Sakura Terindah
Mengingat sebentar
lagi hari yang ditunggu-tunggu oleh para kaum remaja. Yap! Hari terindah di
bulan Februari. Hari Valentine yang
jatuh pada tanggal 14. Biasanya, penjual cokelat, bunga atau pun boneka
bertebaran menjelang hari ini. Biasanya, para laki-laki memberikan cokelat atau
bunga untuk kekasihnya. Begitu pula aku. Aku memang -yang bisa dibilang-
lumayan pintar, cantik, dan terkenal. Tak jarang, laki-laki satu sekolah
memberikan cokelat dan bunga kepadaku. Tapi itu hanya memenuhi kamarku saja,
jadi kupikir mubazir jika dibuang dan kukasihkan kepada sahabat-sahabatku, atau
tidak aku bagikan ke anak-anak jalanan, hitung-hitung sedekah kecil-kecilan.
Lagi pula, hari kasih sayang setiap hari kan? Mengapa orang begitu antusiasnya
menyambut event itu? Aneh!
***
Orang-orang
memanggilku Karen, terkadang Rara. Nama panjangku Karenina Fujiko Azzahra.
Memang terdengar rada aneh ditelinga,
ini semua karena papaku berkebangsaan Jepang dan mamaku seorang wanita cantik
berkebangsaan Indonesia. Mama terlalu excited
sama gunung Fuji di Jepang, makanya mama menamai aku itu. Bisa dibilang aku
terlahir di keluarga yang berada. Mama dan papaku selalu sibuk dengan urusan
bisnis mereka. Terkadang aku envy
sama mereka yang orang tuanya sempat meluangkan waktunya untuk bersantai di
rumah. Tapi aku sadari, setiap orang terlahir dengan takdir yang telah
ditentukan oleh Tuhan dan mensyukuri dengan caranya masing-masing.
Aku bersekolah di
suatu sekolah Internasional terkenal di Jakarta. Ya, aku -bisa dibilang-
termasuk dalam kategori perempuan yang diidam-idamkan oleh para kaum adam di
sekolah. Tapi, aku hanya mengganggap itu biasa saja, tidak terlalu penting
untuk dibahas. Aku dibekali sebuah handphone
keluaran terbaru, beberapa gold credit
card jika ‘mereka’ belum mengirimkan uang untukku di awal bulan dan sebuah
mobil keluaran terbaru. Banyak sahabat-sahabat yang mengiri kepadaku, tapi jika
mereka ingin meminjamnya, kupersilahkan. Sungguh, itu terlalu berlebihan.
Prestasi yang pernah
aku raih pun lumayan banyak, tak terhitung. Mungkin rata-rata piala yang ada di
ruang piala khusus itu pemberian dariku. Ya, sahabat-sahabat ku bilang, aku
terlalu perfect untuk menjadi seorang
wanita. Mungkin ini karena aku mewariskan darah Jepang dari papaku, jadi aku
terlihat seperti wanita Jepang. Tapi aku hanya menanggapi ‘tidak ada yang sempurna di dunia ini, kecuali Dia-lah yang menciptakan
kita dan alam semesta ini’.
***
“Kamu kemana aja sih? Aku cariin dari tadi tauk. Tau-taunya ada disini. Ngelamun aja, ga baik tauk!” ucapan
itu membuyarkan lamunanku. Ternyata dia Bintang. Dia adalah pacarku atau yang
lebih tepat seseorang yang menenangkan aku ketika aku gelisah.
“Siapa juga sih yang ngelamun. Lagi liat bunga-bunga nih bagus banget,”
kataku mengelak.
“Bohong! Ketauan kok dari matamu kosong tadi. Hayo jujur!”
“Iya, aku mikir sesuatu. Tapi gabisa ceritain ke kamu, maaf ya?”
“Udah makan belum?”
“Belum, males ah.”
“Hp kamu kemana? Kamu lagi pake hp yang mana sih?”
“Oh, ada di tas kok. Males keluarin. Pake yang bb kalo sekolah. iPhone-nya dipake sama bibi,”
“Lho, kok? Kok dipake sama bibi sih?”
“Aku ajarin biar dia gaul, hehe. Kalau weekend kan papa mama baru video
call aku, nah baru deh aku pake iPhone-nya,
bbnya dipake sama bibi. Tukeran gitu, hehe…”
“Emang dasar kamu, dih!”
‘Trrrrrrrrrrrreeeeeeeeeeeeeetttttttttt’ Bel masuk pun berakhir menandakan
jam istirahat pertama berakhir.
“Ntang, aku balik ke kelas duluan yah?” sambil pamit pergi dari dia untuk
kembali ke kelas. Diiringi sebuah kecupan hangat yang mendarat di kening dan
kedua pipiku.
***
Bintang pun memikirkan sepanjang jalan ke kelasnya apa
yang terjadi denganku. ‘Karen kenapa sih
akhir-akhir ini? Sering melamun gitu. Rada berubah dari biasanya. Kalau ada
masalah cerita, sekalipun itu private. Hm, yasudah lah…’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar