Little Sprinkle
Pagi-pagi sekali, aku sudah bangun. Lalu aku
mencari-cari hpku untuk nge-bbm dia, kalau tidak usah mengantar dan menjemputku
hari ini. Mengingat hari ini hari Jum’at, jadwalnya lebih sibuk.
‘Karenina Fujiko Azzahra: Gmorning
Bintang J hari ini aku sekolah, tapi
gausah anter-jemput aku ya. Aku gabawa mobil sendiri, tapi dianterin sama pak
supir.”
‘Bintang Pratama: Why? I’m free
today after class finish. I wanna show little surprise for today.’
‘Karenina Fujiko Azzahra: I take a
course, you know, we’re in grade 12. I just wanna get what I want. Sorry before
:*’
‘Bintang Pratama: Hm..yasudahlah J’
***
Karen, apa yang kamu sembunyiin dari aku sih. Aku
khawatirin kamu. Ternyata kamu responnya gini. Kamu ga inget, hari ini
anniversary kita yang ke 27 bulan. Aku yakin, pasti kamu ga les. Apa gua bbm
Nadia aja ya, tolong pantauin Karen? Gua bingung banget sama perubahannya!
‘Bintang Pratama: Lo mau bantuin
gua ga? Lo tolong perhatiin si Karen dong hari ini. Sumpah Karen berubah banget
akhir-akhir ini.’
‘Nadia Hutagallung: Lo emang sama
Rara kenapa?’
‘Bintang Pratama: Yaudah lo
pantauin aja. Nanti gua traktir lo sama Ezar di starbucks atau ga phd deh’
‘Nadia Hutagallung: Beneran? Ada
angin apa lo ntang?’
‘Bintang Pratama: Mau ga? Kalo
gamau gapapa gua sih’
‘Nadia Hutagallung: maumaumau :3’
***
Sesuatu yang aneh
mulai terjadi. Ketika aku berkeramas hal aku rontok yang sangat banyak. Ketika
sisiran, hal itu pun terjadi. Rontoknya banyak sekali. ‘Bisa-bisa aku botak nih begini terus’ gumamku dalam hati. Aku tak
begitu mempermasalahkan rambut itu, yang aku lihat sekarang sudah jam 5:59 WIB
di hpku. Aku harus buru-buru sampai ke sekolah. Ketika sampai di bawah, aku
hanya membawa sepotong roti cokelat dan tak sempat menghabiskan segelas susu
cokelatku. Ya, aku memang suka sekali dengan cokelat dari dahulu, tapi itu
tetap saja membuat gigiku rapih. Tidak mengalami caries sama sekali.
“Pak, nanti gausah jemput ya. Aku mau naik taksi aja, mau kerja kelompok.
Mungkin sampe malem pak.”
“Gapapa non?”
“Iya gapapa pak”
***
“Yey, Rara come back! How are you baby? Feel lonely without you babe”
“Lebay lo nad! Feel better than yesterday. How was this class yesterday?
Is it gonna be okay?”
“Ya begitulah, rada tegang ra pas pelajaran Ms.Linda. Lo kan masternya
kelas ini. Lo gamasuk tuh udah pada nanya sama kelas lain.”
“Hah? Lebay banget! Haha”
‘Ttttttttttttttttrrrrrrrrrrrrreeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeettttttttttttttttttttttttttttt’
“Pelajaran pertama Ms.Linda lagi. Mampus gue” kata Nadia yang mukanya
langsung berubah kalau tahu bel masuk, apa lagi fisika.
“Hey my beloved students. Here, a new student from Aussie. The name is
Diaz. Diaz, choose, where are you sit”
“Eh ra, cakep tuh ra”, kebiasaannya Nadia kalau ada murid laki-laki ganteng
dia yang begitu antusias. Padahal buat aku biasa-biasa aja.
“Apaan sih? Itu? The new one? Udah kenal duluan gw”
“Kenal dimana lo ra? Anjir lo. Minta pinnya dong gue,” Nadia langsung
excited aku bicara seperti itu. Serasa gimana gitu.
“Udah lama lost contact, gatau gw pake hp apaan dia sekarang”
“Hm. I choose sit right next from her,” Diaz pun menunjukkan ke arah aku,
Ms.Linda pun confused.
“Who’s her? What do you mean?”
Aku langsung berteriak “You mean after me, right?”
“Yes!” kata Diaz berseru.
“Ok, let’s start the lesson” Ms.Linda langsung membuka buku fisika
masternya itu.
***
“Hey, Rara. How are you? Long time no see” senyum lebar manis berlesum
pipi menyapa pagi ini.
“Hey…Di..az.. I’m fine. So, you go to Aussie since that date?”
“Iya, gua ke Aussie. Gua kangen sama Indonesia, makanya gua study lagi ke
sini. Eh ternyata satu sekolahan sama lo. Makin cantik aja lo. Pacar lo siapa
sekarang?”
“Oh gitu. Makasih. Ada lah, mau tau aja,” aku melempar senyum terpaksa
kepadanya.
“Oh udah ada? Kirain belom”
Sepertinya Nadia rada cemburu ketika melihatku akrab
sekali dengan Diaz. Padahal dia tak tahu apa yang sedang dibicarakan. Keadaan
ini terkadang membuat Ezar tersingkir. Ezar terlalu sabar menghadapi perempuan
seperti Nadia.
***
“Ra, kantin disini dimana? Lo mau anterin gua ga?”
“Minta anterin sama Nadia aja gih, gw males ke kantin,” sambil nunjuk ke
Nadia yang masih merapihkan buku di mejanya.
“Hey, lo yang namanya Nadia ya? Anterin gw ke kantin yuk?”
“Hm…I..y…a…Ayok ayok,” Nadia langsung ketawa kecil dan senyum kepadaku.
Ketika keluar kelas, Diaz mengedipkan matanya kepadaku.
Entah apa maksudnya. Setelah kelas sepi ditinggal penghuninya ke kantin, tanpa
ku sadari ada cairan semacam ingus keluar dari hidungku. Ketika aku mengelapnya,
ternyata… DARAH! ‘Sejak kapan aku bisa
mimisan begini? Ya Allah’. Mengetahui hal itu, aku langsung mengambil
tissue sebanyak-banyaknya di meja guru. Maklum, kelasku memiliki persediaan
seperti itu.
Setelah berusaha
dimampatkan dengan tissue, ternyata itu tak berhasil. Lalu aku berlari ke arah
WC perempuan. Aku rada kecapean berlari. Dan ternyata… bruuukkk. Badanku
menabrak seorang laki-laki. Ketika aku sadari, ternyata itu Bintang.
“Sorry tang buru-buru ga liat”
“Kamu kenapa ren? Baru mau ke kelas kamu”
Aku tak mendengarnya karena terburu-buru. Ketika sampai
di lantai 3 dari lantai 4 (lantai dimana ada wc wanitanya), aku langsung
mencuci hidungku di wastafel. Ada beberapa junior dan teman yang bertanya sama
aku.
“Ra, lo kenapa? Tumben banget mimisan. Lo kan jarang mimisan dari kelas
10,” kata Cantika Ailafa Novalia. Salah satu teman seperjuangan ketika
olimpiade, teman satu kelasnya Bintang.
“Ka, Karen tumben banget sih idungnya berdarah-darah gitu,” teriak Cindy
kaget.
Aku hanya menjawab “Gapapa kok ini, abis kebentur tembok tadi”
Ketika aku keluar, aku kaget. Ternyata Bintang mengikuti
aku dari acara menabraknya tadi. Aku bingung harus menjawab apa dan juga aku
lupa membuang tissue-tissue penuh darah itu.
“Ini tissue kenapa berdarah?”
“Tadi hidung aku kebentur”
“Coba sini aku cek”
“Kebentur aja pake dicek. Lebay banget kamu,” sambil mengecek hidungku.
“Kalo kebentur pasti ada memarnya, ini gada sayang! Kamu pasti mimisan ya?”
“Ga kok, beneran kebentur”
“Aku mau bicara dua mata. Besok bisa?”
“Kayaknya. Dimana?”
“Di danau hening yang biasa tempat kita nenangin diri. Ada yang ga beres
dari kamu”
“Hm.. Iya”
Aku
yakin sekali, pasti Bintang khawatir banget. Secara, dia ahli dalam biologi.
Hal yang aku ucapkan tadi sama saja kadal yang mengadali buaya. Setelah itu,
aku kembali ke kelas. Sepanjang koridor menuju ke kelas, murid-murid
memandangiku sepanjang jalan. Aku heran apa yang salah dengan wajahku. Aku
hanya bisa menunduk dan memberikan senyuman kecil ketika teman-teman dan
beberapa junior yang aku kenal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar