Cuteki christmas cards

Selasa, 11 September 2012

star chocolate for the last- chapter 8


Sweet Lying
‘Kok taksi jarang sih. Giliran bareng sama Bintang ada aja yang lewat’ gumamku dalam hati. Mengingat deretan taksi biasanya menunggu di depan lobby sekolahku ketika bel pulang berbunyi. Tak lama, ada junior yang menyapaku.
“Ka Karen ga bareng sama Ka Bintang?”
“Eh kamu Cin. Kakak boleh bareng ga? Kaka mau ke arah rumah kamu”
“Ayo ka masuk,” ia langsung membukakan pintu mobilnya untukku.
Cindy adalah salah satu junior yang dekat denganku dari beberapa junior. Tak banyak junior yang rada sinis melihat kemesraan aku dengan Bintang di sekolah. Maklumlah, Bintang termasuk ke dalam deretan cowo favorit di sekolah. Bintang sering terlibat dalam acara inti ekstrakulikulernya dan beberapa organisasi. Buatku tak masalah ia sibuk.
Setelah beberapa menit ada di mobilnya Cindy…
“Kok tumben sih kaka ga bareng sama Ka Bintang?”
“Hm. Gapapa kok dek, males aja. Lagian beda jalur.”
“Oh gitu. Kok kaka mau ke arah rumahku sih? Kan jauh dari rumahnya kaka,” katanya khawatir melihat mukaku yang masih pucat sehabis mimisan tadi.
“Kan ada taksi dek. Tenang aja, hehe,” sambil ketawa.
“Tadi kaka mimisan? Muka kaka pucet banget tauk.”
“Kebentur dek. Sok tau banget kamu kaka mimisan. Masa?”
“Iya ka pucet banget!”
Lalu aku megambil kaca di tasku. Iya memang benar. Lalu aku hanya melihat keluar jalan. Hanya terdiam. Hanya mendengarkan alunan lagu dari tape mobilnya Cindy. Lalu mengambil iPhone aku. Ternyata ada sms dari si bibi. ‘Non, den Bintang bbm nih. Bibi jawab ga?’ Mengingat tadi pagi sengaja bertukaran handphone. Aku mulai bosan dengan hp yang hanya mempunyai keunggulan bbm saja. Lalu aku jawab ‘Gausah bi. Diemin aja’.
Lalu aku membuka Twitter dan menge-tweet ‘Otw to @cindycandy’s area’ habis itu keluar dari Twitter dan membuka Facebook. Akun ini cukup lama tak kubuka, dan entah kenapa aku ingin membukanya. Aku hanya melihat beberapa foto yang di upload 9 bulan lalu. Melihat foto-fotoku bersama Nadia, Ezar, dan Bintang. Mengingat anniversary yang ke 18 bulan. Melihat foto berduaku dengan Bintang, di salah satu tempat hiburan yang menyajikan berbagai macam wahana yang sangat menarik. Disana aku menantang Bintang untuk naik salah satu wahana terbaru, aku kira ia akan takut dan pusing sehabis menaiki itu. Ternyata salah dan kebalikan malah aku yang kena.
***
Tak menyadari, bahwa sudah sampai ke tempat yang kutuju. Lalu aku bilang untuk berhenti dan aku mengambil tasku. Ketika ingin membuka pintu, ucapan Cindy memberhentikanku.
“Kaka mau ke….rumah sakit? Kenapa, Ka? Siapa yang sakit?” dia terkejut. Dia baru menyadari bahwa itu salah satu rumah sakit mewah dekat rumahnya, yang beberapa jarak sampai ke cluster rumahnya.
“Mau jenguk temen lama Kaka. Katanya sakit tipes, dirawat disini. Makasih ya dek udah tebengin kaka, hehe.”
Padahal dalam hati, aku hanya menjawab ‘Yang sakit sebenarnya kaka dek, kaka mau nyimpen ini sendirian’
“Oh gitu Ka, hati-hati ya Ka, nanti pulangnya.”
“Iya, Dek.” lalu berjalan menjauhinya sambil melambaikan tangan.
***
Ketika ingin sampai ke meja resepsionis, hpku bergetar ‘Bintangku calling’. Aku bingung mau mengangkat atau tidak, secara, ini rumah sakit, apalagi ketika sore hari. Pengunjung yang datang pun tak bisa mengidahkan kata-kata dilarang berisik. Akhirnya aku mencari-cari toilet perempuan.
“Kamu les dimana? Kalo pake iPhone tuh bilang! Bbm ga dibales-bales.”
“Bbnya dipake sama bibi. Aku tukeran. Iya-iya.”
“Emang kamu les dimana?”
“Di sektor 5,”
“Pulang nanti mau dijemput ga?”
“Gausah. Aku naik taksi aja ya?”
“Hati-hati nanti pulangnya pumpkin,” dia mengakhiri telponnya dengan kecupan jarak jauh lewat telpon. Lalu aku mulai berpikir untuk membelikan sebuah handphone yang biasa-biasa saja, untuknya dan untuk anaknya di kampung setelah pulang dari tempat ini. Mengingat bibi yang tak mengerti bbm, hanya bisa membacanya saja. Bahkan sudah dibuatkan akun facebook dan twitter, tetap saja ia tak mengerti cara menggunakannya.
***
“Tuh kan gua bilang apa, Zar, Nad. Dia responnya jadi dingin gitu,” kata Bintang mulai sesi curhatnya kepada Ezar dan Nadia.
“Lo juga sih Tang, lo terlalu sibuk sama sosis sama basket. Belom lagi ec lo. Ga capek apa?” kata Nadia yang rada sinis kalau Bintang mulai sibuk dan meninggalkanku.
“Untung gua ga kayak lo, Tang. Ga sibuk. Makanya gua anteng sama Nadia. Ya ga, Yang?” Ezar berseru sambil tangannya mulai gentayangan ke pundaknya Nadia.
“Hm…” Nadia hanya menjawab, mengganggap itu tak terlalu penting.
“Tapi Nad, gua kan udah ga sibuk lagi. Gua sadar kali udah kelas 12. Lagian kan udah ada penggantinya. Kemaren baru aja pemilihan struktur osis sama ekskul gua. Jadi gua tenang.”
Whatever deh, Tang. Tapi liat deh Rara sekarang. Jadi cuek kan sama lo? Ini mungkin karma buat lo, Ntang.”
“Lo ga tau Zar, apa yang dilakuin sama Nadia tadi istirahat pertama,” kata Bintang membalas dengan sindiran kepada Ezar.
“Tuhkan Bintang mulai, males gue. Udahan ah, gue pulang,” kata Nadia merasa tersindir.
“Sud L??” Ezar langsung melirik sinis terhadap Bintang.
“Udah ah. Kan gua traktir lo berdua buat dengerin curhat gua. Gini ya, akhir-akhir ini si Karen ngindarin gua mulu. Gua bingung sama yang terjadi sama dia. Nad, lo kan sahabatnya. Masa ga tau apa yang terjadi sama dia? Gua tadi liat dia lari-lari dan nabrak gua, terus dia lari lagi ke arah WC cewe, terus gua ikutin. Pas dia keluar, gua liat tissue berdarah. Di hidungnya juga masih ada sisa darah dikit. Karen sakit apaan sih?”
“Oh, itu abis dari WC, Tang? Seriusan dia mimisan tang? Pantes mukanya rada pucet, gua panggil kaga nengok-nengok.”
“Hah? Sejak kapan Rara mimisan? Dia ga pernah mimisan dari kelas 10. Gue tadi ga liat tadi dia mimisan.”
“Makanya, lo jangan ke kantin mulu. Ga lama dari lo keluar kali, tadi aja dia buru-buru lari ngindarin gua. Mungkin pas udah nyampe kelas lagi, darahnya udah berhenti.”
“Coba deh Tang, lo hubungin sama kejadian yang pingsan kemaren. Sebelum pingsan, dia ngeluh apa gitu ga sama lo?” tergelitik naluri detektif Ezar.
“Dia bilang dia pusing. Pas jalan keluar dari mobil dia sempoyongan. Pas nyampe di tempatnya dia pingsan.”
“Nah, ga mungkin kan kalo misalnya kecapean sampe kayak gitu, mustahil banget!” Ujar Ezar menerka-nerka.
Nadia yang dari setadi tak mendengar curhatannya Bintang, tiba-tiba berteriak seru hingga mengagetkan pengunjung starbucks itu.
“Tang, kayaknya Rara boong nih. Dia ga ke sektor 5, dia ke sektor 6. Rumahnya Cindy di sektor 6 bukan?”
“Lo tau dari mana?”
“Nih gue abis buka twitter, Rara update sekitar 1 jam yang lalu. Dia nge-tweet ‘Otw to @cindycandy’s area’. Nih lo liat deh.”
“Ada yang ga beres sama Karen,” kata Ezar mulai memahami permasalahan yang terjadi.
“Bentar ya, gue bbm Cindy dulu.”
“Yaudah buruan” kata Bintang khawatir.
***
‘Nadia Hutagallung: Dek, kamu tadi liat ka Karen ga?’
‘Cindy Natalia Veronika: Barusan aja bareng ka sama aku. Emang kaka gatau? Kaka kan sahabatnya.’
‘Nadia Hutagallung: Kaka gatau tadi dia pulang duluan. Dia kemana dek?’
‘Cindy Natalia Veronika: Tadi sih berhenti di rumah sakit ka, katanya jenguk temen lamanya yang sakit tipes. Katanya dirawat disana’
‘Nadia Hutagallung: Makasih ya dek infonya’

Tidak ada komentar:

Posting Komentar