Cuteki christmas cards

Selasa, 11 September 2012

star chocolate for the last- chapter 8


Sweet Lying
‘Kok taksi jarang sih. Giliran bareng sama Bintang ada aja yang lewat’ gumamku dalam hati. Mengingat deretan taksi biasanya menunggu di depan lobby sekolahku ketika bel pulang berbunyi. Tak lama, ada junior yang menyapaku.
“Ka Karen ga bareng sama Ka Bintang?”
“Eh kamu Cin. Kakak boleh bareng ga? Kaka mau ke arah rumah kamu”
“Ayo ka masuk,” ia langsung membukakan pintu mobilnya untukku.
Cindy adalah salah satu junior yang dekat denganku dari beberapa junior. Tak banyak junior yang rada sinis melihat kemesraan aku dengan Bintang di sekolah. Maklumlah, Bintang termasuk ke dalam deretan cowo favorit di sekolah. Bintang sering terlibat dalam acara inti ekstrakulikulernya dan beberapa organisasi. Buatku tak masalah ia sibuk.
Setelah beberapa menit ada di mobilnya Cindy…
“Kok tumben sih kaka ga bareng sama Ka Bintang?”
“Hm. Gapapa kok dek, males aja. Lagian beda jalur.”
“Oh gitu. Kok kaka mau ke arah rumahku sih? Kan jauh dari rumahnya kaka,” katanya khawatir melihat mukaku yang masih pucat sehabis mimisan tadi.
“Kan ada taksi dek. Tenang aja, hehe,” sambil ketawa.
“Tadi kaka mimisan? Muka kaka pucet banget tauk.”
“Kebentur dek. Sok tau banget kamu kaka mimisan. Masa?”
“Iya ka pucet banget!”
Lalu aku megambil kaca di tasku. Iya memang benar. Lalu aku hanya melihat keluar jalan. Hanya terdiam. Hanya mendengarkan alunan lagu dari tape mobilnya Cindy. Lalu mengambil iPhone aku. Ternyata ada sms dari si bibi. ‘Non, den Bintang bbm nih. Bibi jawab ga?’ Mengingat tadi pagi sengaja bertukaran handphone. Aku mulai bosan dengan hp yang hanya mempunyai keunggulan bbm saja. Lalu aku jawab ‘Gausah bi. Diemin aja’.
Lalu aku membuka Twitter dan menge-tweet ‘Otw to @cindycandy’s area’ habis itu keluar dari Twitter dan membuka Facebook. Akun ini cukup lama tak kubuka, dan entah kenapa aku ingin membukanya. Aku hanya melihat beberapa foto yang di upload 9 bulan lalu. Melihat foto-fotoku bersama Nadia, Ezar, dan Bintang. Mengingat anniversary yang ke 18 bulan. Melihat foto berduaku dengan Bintang, di salah satu tempat hiburan yang menyajikan berbagai macam wahana yang sangat menarik. Disana aku menantang Bintang untuk naik salah satu wahana terbaru, aku kira ia akan takut dan pusing sehabis menaiki itu. Ternyata salah dan kebalikan malah aku yang kena.
***
Tak menyadari, bahwa sudah sampai ke tempat yang kutuju. Lalu aku bilang untuk berhenti dan aku mengambil tasku. Ketika ingin membuka pintu, ucapan Cindy memberhentikanku.
“Kaka mau ke….rumah sakit? Kenapa, Ka? Siapa yang sakit?” dia terkejut. Dia baru menyadari bahwa itu salah satu rumah sakit mewah dekat rumahnya, yang beberapa jarak sampai ke cluster rumahnya.
“Mau jenguk temen lama Kaka. Katanya sakit tipes, dirawat disini. Makasih ya dek udah tebengin kaka, hehe.”
Padahal dalam hati, aku hanya menjawab ‘Yang sakit sebenarnya kaka dek, kaka mau nyimpen ini sendirian’
“Oh gitu Ka, hati-hati ya Ka, nanti pulangnya.”
“Iya, Dek.” lalu berjalan menjauhinya sambil melambaikan tangan.
***
Ketika ingin sampai ke meja resepsionis, hpku bergetar ‘Bintangku calling’. Aku bingung mau mengangkat atau tidak, secara, ini rumah sakit, apalagi ketika sore hari. Pengunjung yang datang pun tak bisa mengidahkan kata-kata dilarang berisik. Akhirnya aku mencari-cari toilet perempuan.
“Kamu les dimana? Kalo pake iPhone tuh bilang! Bbm ga dibales-bales.”
“Bbnya dipake sama bibi. Aku tukeran. Iya-iya.”
“Emang kamu les dimana?”
“Di sektor 5,”
“Pulang nanti mau dijemput ga?”
“Gausah. Aku naik taksi aja ya?”
“Hati-hati nanti pulangnya pumpkin,” dia mengakhiri telponnya dengan kecupan jarak jauh lewat telpon. Lalu aku mulai berpikir untuk membelikan sebuah handphone yang biasa-biasa saja, untuknya dan untuk anaknya di kampung setelah pulang dari tempat ini. Mengingat bibi yang tak mengerti bbm, hanya bisa membacanya saja. Bahkan sudah dibuatkan akun facebook dan twitter, tetap saja ia tak mengerti cara menggunakannya.
***
“Tuh kan gua bilang apa, Zar, Nad. Dia responnya jadi dingin gitu,” kata Bintang mulai sesi curhatnya kepada Ezar dan Nadia.
“Lo juga sih Tang, lo terlalu sibuk sama sosis sama basket. Belom lagi ec lo. Ga capek apa?” kata Nadia yang rada sinis kalau Bintang mulai sibuk dan meninggalkanku.
“Untung gua ga kayak lo, Tang. Ga sibuk. Makanya gua anteng sama Nadia. Ya ga, Yang?” Ezar berseru sambil tangannya mulai gentayangan ke pundaknya Nadia.
“Hm…” Nadia hanya menjawab, mengganggap itu tak terlalu penting.
“Tapi Nad, gua kan udah ga sibuk lagi. Gua sadar kali udah kelas 12. Lagian kan udah ada penggantinya. Kemaren baru aja pemilihan struktur osis sama ekskul gua. Jadi gua tenang.”
Whatever deh, Tang. Tapi liat deh Rara sekarang. Jadi cuek kan sama lo? Ini mungkin karma buat lo, Ntang.”
“Lo ga tau Zar, apa yang dilakuin sama Nadia tadi istirahat pertama,” kata Bintang membalas dengan sindiran kepada Ezar.
“Tuhkan Bintang mulai, males gue. Udahan ah, gue pulang,” kata Nadia merasa tersindir.
“Sud L??” Ezar langsung melirik sinis terhadap Bintang.
“Udah ah. Kan gua traktir lo berdua buat dengerin curhat gua. Gini ya, akhir-akhir ini si Karen ngindarin gua mulu. Gua bingung sama yang terjadi sama dia. Nad, lo kan sahabatnya. Masa ga tau apa yang terjadi sama dia? Gua tadi liat dia lari-lari dan nabrak gua, terus dia lari lagi ke arah WC cewe, terus gua ikutin. Pas dia keluar, gua liat tissue berdarah. Di hidungnya juga masih ada sisa darah dikit. Karen sakit apaan sih?”
“Oh, itu abis dari WC, Tang? Seriusan dia mimisan tang? Pantes mukanya rada pucet, gua panggil kaga nengok-nengok.”
“Hah? Sejak kapan Rara mimisan? Dia ga pernah mimisan dari kelas 10. Gue tadi ga liat tadi dia mimisan.”
“Makanya, lo jangan ke kantin mulu. Ga lama dari lo keluar kali, tadi aja dia buru-buru lari ngindarin gua. Mungkin pas udah nyampe kelas lagi, darahnya udah berhenti.”
“Coba deh Tang, lo hubungin sama kejadian yang pingsan kemaren. Sebelum pingsan, dia ngeluh apa gitu ga sama lo?” tergelitik naluri detektif Ezar.
“Dia bilang dia pusing. Pas jalan keluar dari mobil dia sempoyongan. Pas nyampe di tempatnya dia pingsan.”
“Nah, ga mungkin kan kalo misalnya kecapean sampe kayak gitu, mustahil banget!” Ujar Ezar menerka-nerka.
Nadia yang dari setadi tak mendengar curhatannya Bintang, tiba-tiba berteriak seru hingga mengagetkan pengunjung starbucks itu.
“Tang, kayaknya Rara boong nih. Dia ga ke sektor 5, dia ke sektor 6. Rumahnya Cindy di sektor 6 bukan?”
“Lo tau dari mana?”
“Nih gue abis buka twitter, Rara update sekitar 1 jam yang lalu. Dia nge-tweet ‘Otw to @cindycandy’s area’. Nih lo liat deh.”
“Ada yang ga beres sama Karen,” kata Ezar mulai memahami permasalahan yang terjadi.
“Bentar ya, gue bbm Cindy dulu.”
“Yaudah buruan” kata Bintang khawatir.
***
‘Nadia Hutagallung: Dek, kamu tadi liat ka Karen ga?’
‘Cindy Natalia Veronika: Barusan aja bareng ka sama aku. Emang kaka gatau? Kaka kan sahabatnya.’
‘Nadia Hutagallung: Kaka gatau tadi dia pulang duluan. Dia kemana dek?’
‘Cindy Natalia Veronika: Tadi sih berhenti di rumah sakit ka, katanya jenguk temen lamanya yang sakit tipes. Katanya dirawat disana’
‘Nadia Hutagallung: Makasih ya dek infonya’

star chocolate for the last- chapter 7


Kembalinya Pangeran Kecil
“Bro, pacar lo kenapa sih? Mukanya tadi pucet banget pas jalan ke kelasnya. Gua tadi manggil dia diem aja. Aneh banget. Serasa bukan Karen.” Kata Ezar sama Bintang.
“Lo aja gitu, apa lagi gua, Zar, pacarnya. Gua udah kayak orang awam. Gua serasa bukan pacarnya. Apa iya gua terlalu sibuk ya akhir-akhir ini sama basket dan osis?” kata Bintang mengingat-ingat aku yang sering bbmnya, namun dia tak pernah membalasnya dan juga menelpon tak pernah diangkat. Tak bilang sama sekali.
“Yakali tang. Gua ga ngerti gitu-gituan”
“Lo mah jadi orang kelewat kalem sih, Zar, saking kalemnya lo ditindas mulu sama Nadia, haha”
“Sialan lo emang. Tapi gini-gini gua langgeng esss”
“Gua yakin, pasti Nadia kasihan doang sama lo. Haha”
“Udahan ah, abis ini pelajaran bokap gua nih. Gua mau belajar dulu ya”
Tak lama, tiba-tiba ada bbm masuk ke hpnya Bintang dari Nadia.
‘Nadia Hutagallung: Di kelas gue ada anak baru. Namanya Diaz. Rara akrab banget sama dia, katanya temen lama.’
‘Bintang Pratama: Cuman gitu aja? Diaz? Pindahan dari mana nad?’
‘Nadia Hutagallung: Dari Aussie katanya, udahan yak. Gue lagi bareng sama Diaz ke kantin tadi. Gue ke kelas dulu ya. Udah bel kan?’
‘Bintang Pratama: Yaudah, nanti pulang kita langsung ke PIM. Lo kan sahabatnya Karen, masa lo gatau. Kalo cerita disini kepanjangan. Males gua ngetiknya’



***
“Gimana sekolah gw? Keren kan? Ga kalahkan sama yang di Aussie?” kata aku kepada Diaz sedikit menyombongkan diri.
“Lumayan. Mungkin karena ada lo disini.”
“Maksud lo?”
“Gua masih nyimpen rasa ‘itu’ semenjak gua pergi. Maaf gua ga ngasih tau lo sebelumnya”
“Itu apa? Masa lalu, gausah dibahas. Yang lalu biar aja berlalu.”
“Gua masih sayang dan cinta sama lo.”
Aku kaget. Hening sejenak. Dan tiba-tiba, bunda keduanya Bintang, Mrs.Safitri come in to my class. Yap! Guru biologi. Aku tak membalasnya. Aku berusaha memfokuskan ke pelajaran.
***
                Diaz adalah -yang hampir mau menjadi- pacar aku saat SMP. Nama panjangnya Kesha Diaz Wirifqi. Saat itu aku dan dia terjebak dalam situasi yang tidak kita mengerti sama sekali. Dimana ketika kita bertemu selalu deg-degan dan saling melempar senyum. Timbul rasa khawatir ketika salah satu sakit.
Namun, ketika waktu itu datang. Ketika kesempatan untuk menyatakannya, dia harus pergi. Yap! Diaz pergi ke Aussie, tinggal menetap disana. Entah apa yang aku rasakan saat itu. Memusat kepada satu inti, sakit dalam hati. Semenjak itu aku memutuskan untuk fokus ke pelajaran.
Semakin kita berusaha melupakan seseorang, semakin kita teringat waktu bersama seseorang itu. Yap! Jadi semakin kita berusaha fokus ke pelajaran, bukannya benar-benar fokus, malahan jadi kepikiran terus bagaimana kabar seseorang itu. Padahal belum tentu seseorang itu melakukan hal yang sama pada kita, benar?
***
Setelah melewati beberapa peristiwa dan pelajaran exact yang memusingkan, akhirnya bel pulang pun berdering. Sementara teman-teman kelasku sedang membereskan buku-bukunya di meja, aku pamit duluan untuk pulang. Aku keluar diam-diam tanpa diketahui oleh Nadia dan Diaz. Diaz yang mencariku, akhirnya bertanya sama Nadia, orang kedua yang ia kenal setelah aku.
“Nad, si Rara udah pulang duluan ya? Kok gua ga liat ya dia keluar kelas?” tanya Diaz panik.
“Oh iya ya. Mana tuh orang ya? Gue belom minjem buku catetannya lagi,” Nadia sambil celingak-celinguk melihat isi kelas yang masih gaduh.
“Lah? Emang biasanya dia pulang bareng siapa? Lo dari tadi ga nyatet? Pelajaran apa? Nih gua dari tadi nyatet,” Diaz terheran-heran, mengapa Nadia bisa sesantai itu, padahal sudah kelas 12.
“Lo kan duduk di sampingnya, masa gatau sih?”
“Eh kita duduk sampingnya Rara kali. Lo sebelah kirinya, gua sebelah kanannya. Yang heran kita sendiri. Bego amat sih kita,” ketawa kecil dan sedikit bingung.
“Eh iya ya. Ternyata lo yang dari Aussie sama aja begonya sama yang kayak di Indonesia. Haha,” herannya Nadia mengakui kebodohannya sambil ketawa. Tertanda emang dia jodohnya Ezar. Sifatnya mirip dengan Ezar.

Jumat, 07 September 2012

star chocolate for the last-- chapter 6


Little Sprinkle
Pagi-pagi sekali, aku sudah bangun. Lalu aku mencari-cari hpku untuk nge-bbm dia, kalau tidak usah mengantar dan menjemputku hari ini. Mengingat hari ini hari Jum’at, jadwalnya lebih sibuk.
‘Karenina Fujiko Azzahra: Gmorning Bintang J hari ini aku sekolah, tapi gausah anter-jemput aku ya. Aku gabawa mobil sendiri, tapi dianterin sama pak supir.”
‘Bintang Pratama: Why? I’m free today after class finish. I wanna show little surprise for today.’
‘Karenina Fujiko Azzahra: I take a course, you know, we’re in grade 12. I just wanna get what I want. Sorry before :*’
‘Bintang Pratama: Hm..yasudahlah J
***
Karen, apa yang kamu sembunyiin dari aku sih. Aku khawatirin kamu. Ternyata kamu responnya gini. Kamu ga inget, hari ini anniversary kita yang ke 27 bulan. Aku yakin, pasti kamu ga les. Apa gua bbm Nadia aja ya, tolong pantauin Karen? Gua bingung banget sama perubahannya!
‘Bintang Pratama: Lo mau bantuin gua ga? Lo tolong perhatiin si Karen dong hari ini. Sumpah Karen berubah banget akhir-akhir ini.’
‘Nadia Hutagallung: Lo emang sama Rara kenapa?’
‘Bintang Pratama: Yaudah lo pantauin aja. Nanti gua traktir lo sama Ezar di starbucks atau ga phd deh’
‘Nadia Hutagallung: Beneran? Ada angin apa lo ntang?’
‘Bintang Pratama: Mau ga? Kalo gamau gapapa gua sih’
‘Nadia Hutagallung: maumaumau :3’

***
                Sesuatu yang aneh mulai terjadi. Ketika aku berkeramas hal aku rontok yang sangat banyak. Ketika sisiran, hal itu pun terjadi. Rontoknya banyak sekali. ‘Bisa-bisa aku botak nih begini terus’ gumamku dalam hati. Aku tak begitu mempermasalahkan rambut itu, yang aku lihat sekarang sudah jam 5:59 WIB di hpku. Aku harus buru-buru sampai ke sekolah. Ketika sampai di bawah, aku hanya membawa sepotong roti cokelat dan tak sempat menghabiskan segelas susu cokelatku. Ya, aku memang suka sekali dengan cokelat dari dahulu, tapi itu tetap saja membuat gigiku rapih. Tidak mengalami caries sama sekali.
“Pak, nanti gausah jemput ya. Aku mau naik taksi aja, mau kerja kelompok. Mungkin sampe malem pak.”
“Gapapa non?”
“Iya gapapa pak”
***
“Yey, Rara come back! How are you baby? Feel lonely without you babe”
“Lebay lo nad! Feel better than yesterday. How was this class yesterday? Is it gonna be okay?”
“Ya begitulah, rada tegang ra pas pelajaran Ms.Linda. Lo kan masternya kelas ini. Lo gamasuk tuh udah pada nanya sama kelas lain.”
“Hah? Lebay banget! Haha”
‘Ttttttttttttttttrrrrrrrrrrrrreeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeettttttttttttttttttttttttttttt’
“Pelajaran pertama Ms.Linda lagi. Mampus gue” kata Nadia yang mukanya langsung berubah kalau tahu bel masuk, apa lagi fisika.
“Hey my beloved students. Here, a new student from Aussie. The name is Diaz. Diaz, choose, where are you sit”
“Eh ra, cakep tuh ra”, kebiasaannya Nadia kalau ada murid laki-laki ganteng dia yang begitu antusias. Padahal buat aku biasa-biasa aja.
“Apaan sih? Itu? The new one? Udah kenal duluan gw”
“Kenal dimana lo ra? Anjir lo. Minta pinnya dong gue,” Nadia langsung excited aku bicara seperti itu. Serasa gimana gitu.
“Udah lama lost contact, gatau gw pake hp apaan dia sekarang”
“Hm. I choose sit right next from her,” Diaz pun menunjukkan ke arah aku, Ms.Linda pun confused.
“Who’s her? What do you mean?”
Aku langsung berteriak “You mean after me, right?”
“Yes!” kata Diaz berseru.
“Ok, let’s start the lesson” Ms.Linda langsung membuka buku fisika masternya itu.
***
“Hey, Rara. How are you? Long time no see” senyum lebar manis berlesum pipi menyapa pagi ini.
“Hey…Di..az.. I’m fine. So, you go to Aussie since that date?”
“Iya, gua ke Aussie. Gua kangen sama Indonesia, makanya gua study lagi ke sini. Eh ternyata satu sekolahan sama lo. Makin cantik aja lo. Pacar lo siapa sekarang?”
“Oh gitu. Makasih. Ada lah, mau tau aja,” aku melempar senyum terpaksa kepadanya.
“Oh udah ada? Kirain belom”
Sepertinya Nadia rada cemburu ketika melihatku akrab sekali dengan Diaz. Padahal dia tak tahu apa yang sedang dibicarakan. Keadaan ini terkadang membuat Ezar tersingkir. Ezar terlalu sabar menghadapi perempuan seperti Nadia.
***
“Ra, kantin disini dimana? Lo mau anterin gua ga?”
“Minta anterin sama Nadia aja gih, gw males ke kantin,” sambil nunjuk ke Nadia yang masih merapihkan buku di mejanya.
“Hey, lo yang namanya Nadia ya? Anterin gw ke kantin yuk?”
“Hm…I..y…a…Ayok ayok,” Nadia langsung ketawa kecil dan senyum kepadaku.
Ketika keluar kelas, Diaz mengedipkan matanya kepadaku. Entah apa maksudnya. Setelah kelas sepi ditinggal penghuninya ke kantin, tanpa ku sadari ada cairan semacam ingus keluar dari hidungku. Ketika aku mengelapnya, ternyata… DARAH! ‘Sejak kapan aku bisa mimisan begini? Ya Allah’. Mengetahui hal itu, aku langsung mengambil tissue sebanyak-banyaknya di meja guru. Maklum, kelasku memiliki persediaan seperti itu.
                Setelah berusaha dimampatkan dengan tissue, ternyata itu tak berhasil. Lalu aku berlari ke arah WC perempuan. Aku rada kecapean berlari. Dan ternyata… bruuukkk. Badanku menabrak seorang laki-laki. Ketika aku sadari, ternyata itu Bintang.
“Sorry tang buru-buru ga liat”
“Kamu kenapa ren? Baru mau ke kelas kamu”
Aku tak mendengarnya karena terburu-buru. Ketika sampai di lantai 3 dari lantai 4 (lantai dimana ada wc wanitanya), aku langsung mencuci hidungku di wastafel. Ada beberapa junior dan teman yang bertanya sama aku.
“Ra, lo kenapa? Tumben banget mimisan. Lo kan jarang mimisan dari kelas 10,” kata Cantika Ailafa Novalia. Salah satu teman seperjuangan ketika olimpiade, teman satu kelasnya Bintang.
“Ka, Karen tumben banget sih idungnya berdarah-darah gitu,” teriak Cindy kaget.
Aku hanya menjawab “Gapapa kok ini, abis kebentur tembok tadi”
Ketika aku keluar, aku kaget. Ternyata Bintang mengikuti aku dari acara menabraknya tadi. Aku bingung harus menjawab apa dan juga aku lupa membuang tissue-tissue penuh darah itu.
“Ini tissue kenapa berdarah?”
“Tadi hidung aku kebentur”
“Coba sini aku cek”
“Kebentur aja pake dicek. Lebay banget kamu,” sambil mengecek hidungku.
“Kalo kebentur pasti ada memarnya, ini gada sayang! Kamu pasti mimisan ya?”
“Ga kok, beneran kebentur”
“Aku mau bicara dua mata. Besok bisa?”
“Kayaknya. Dimana?”
“Di danau hening yang biasa tempat kita nenangin diri. Ada yang ga beres dari kamu”
“Hm.. Iya”
                Aku yakin sekali, pasti Bintang khawatir banget. Secara, dia ahli dalam biologi. Hal yang aku ucapkan tadi sama saja kadal yang mengadali buaya. Setelah itu, aku kembali ke kelas. Sepanjang koridor menuju ke kelas, murid-murid memandangiku sepanjang jalan. Aku heran apa yang salah dengan wajahku. Aku hanya bisa menunduk dan memberikan senyuman kecil ketika teman-teman dan beberapa junior yang aku kenal.

star chocolate for the last-- chapter 5


Heavy Clowdy
                Ketika matahari mulai menyinari, menyusup kamarku melalui gordyn kamar yang perlahan-lahan mulai dibuka oleh si bibi. Aku baru menyadari si bibi udah masuk kamarku. Kulihat jam menunjukkan 5:45 WIB.
“Bi, aku ga masuk dulu ya hari ini. Mau ke dokter langganan mama, mau cek takut kenapa-kenapa. Masih pusing nih,” kataku pagi hari itu.
“Sepertinya den Bintang sudah di bawah non jemput non. Emang non ga bilang sama dia tadi malem?”
“Iya, aku lupa bilang, Bi. Tolong bilangin sama dia, aku masih sakit. Terus sekarang aku masih tidur. Kalau misalnya dia maksa mau masuk kamar, bilang ya dari tadi malem aku gamau diganggu. Maaf ya Bi ngerepotin.”
“Yah kan, Bibi kena dosa gara-gara boong nih.”
“Maaf ya, Bi. Nanti aku kasih hadiah buat anak Bibi deh di kampung. Aku janji! Tunggu aja awal bulan, okeh Bi?” sambil mengedipkan mata genit ke bibi.
“Yah, jadi ngerepotin, Non. Gapapa kok, orang cuman bercanda aja sih, Non,” si bibi merasa bersalah atas omongannya tadi.
“Itung-itung bonus tahunan aja, Bi.”
Tak lama, si bibi menutup pintu kamar dan turun ke bawah.
“Den, maaf ya buat Aden nunggu lama.”
“Gapapa, Bi. Gimana kabarnya Karen, Bi?”
“Kayaknya dia masih sakit den. Hari ini aja ga masuk. Masih sakit, Den. Bibi ga enak tadi bangunin dia.”
“Oh gitu, yaudah. Sampein salam aja dari aku sama bunda ya, Bi. Makasih ya, Bi,”
Tak lama, Bintang keluar dari rumahku. Di rumah aku hanya sendirian. Hm, maksudku, pembantu terdekat ku ya cuman si bibi diantara banyaknya pembantu yang dipekerjakan oleh mama untuk satu orang penghuni.
***
                Tiba-tiba bunyi datang dari hpku. ‘LED merah. Bbm dari mana lagi?’ ujarku dalam hati. Ketika di cek ternyata dari Nadia.
‘Nadia Hutagallung: Ra, lo kenapa gamasuk? Kenapa bbm gue cuman di read tadi malem? Sialan lo!! Gue udah panik setengah mampus juga sama Ezar. Mac lo nih gimana?’
‘Karenina Fujiko Azzahra: Maaf nad baru dibales, males gw balesnya. Hehe :D. Oh, lo panik ya? Bisa juga panikkin gw, haha. Kasih aja ke Bintang, tapi kalo Bintangnya mau ke rumah gw. Gimana acara ngobrol-ngobrol sama calon mertua?’
‘Nadia Hutagallung: Karena rasa cinta gue sama lo terlalu gede, akhirnya gajadi. Pas gue samperin lo ke strawberry cakes, lo berdua kaga ada. Sialan lo emang!!! Lo hari ini tiduran aja dong?’
‘Karenina Fujiko Azzahra: Maaf deh nad, hehe. Engga, gw pengen chek-up nih ke dokter langganan nyokap gw. Jangan kasih tau Bintang ataupun pujaan hati lo. Awas lo yak!’
‘Nadia Hutagallung: Apa hubungannya sama Ezar, ra? Udahan ya, Ms.Linda dateng, bisa-bisa gue kayak kemaren. Daaaaahhhh babe’
***
                Jam menunjukkan sudah pukul 7:30. Sudah selesai waktunya untuk bersantai nonton TV. Sekarang waktunya pindah ke kamar mandi. Membersihkan seluruh badan yang bakterinya mulai minta dijauhkan dari badanku yang mungil. Sebelumnya, aku menelpon dokter langganan aku, dr.Audy namanya. Orangnya asik diajak buat bicara dan tidak membuat tegang.
                Setelah selesai ber-shower itu, aku memanggil supir untuk mempersiapkan mobil. Karena aku takut terjadi seperti kemarin, makanya aku memakai supir untuk hari ini. Dan sepertinya, mama tau hal yang terjadi kemarin dari si bibi.


***
“Apa yang kamu rasakan, Karenina?” melemparkan senyum terbaiknya terhadap pasiennya.
“Cukup panggil aku Karen, Dok. Hm..ini minggu kedua sehabis ujian kenaikan kelas, Dok. Namun setelah ujian, aku merasakan hal yang ganjil, aku tak pernah merasakan hal ini. Kadang, aku pusing, seperti ditusuk-tusuk ribuan jarum. Dan yang parahnya kemarin aku pingsan.” Aku serius menjelaskan apa yang aku alami selama ini. Namun, dr.Audy hanya membalas dengan gombalan seperti jaman sekarang agar aku tidak terlalu serius.
“Iya, Karen. Cantik banget sih kamu. Kayak mama kamu. Kamu kali belajarnya terlalu serius. Kata mama kamu, kamu sering menang lomba. Mungkin itu kali, kurang istirahat.”
“Dokter ga usah ngerayu. Nanti pacar aku marah lho. Hehe. Bener dok ga kenapa-kenapa?”
“Dokter juga rada ragu sih. Habis kamu ngomongnya sampai pingsan. Mau di CT-scan?”
“Mau aja Dok, biar pasti hasilnya.”
Lalu aku masuk kedalam peralatan ilmiah itu. Bentuknya lucu, seperti donat. ‘Jadi pengen J.Co,’ pikir ku dalam hati. Setelah melewati beberapa serangkaian yang rasanya aku mau melayang ke alam bawah sadar, ternyata itu telah selesai.
“Karen, bangun. Sudah selesai.”
“Oh, cepat juga. Baru mau tidur Dok, hehe.”
“Kita liat hasilnya,”
“Ok, Dok.”
Tak sabar dan antusias menyambutnya. Aku ingin segera mengetahui apa yang terjadi dengan otakku. Namun, ketika dr.Audy membaca hasilnya. Raut mukanya berubah. Lalu dia langsung berkata serius.
“Kamu yakin mau tau hasilnya sendirian? Ga mau ditemenin mama papa?”
“Dok, aku ini udah besar. Lagian nih aku punya KTP,” sambil menunjukkan KTP di dompet ku yang bertanda aku sudah 17th yang berarti aku sudah dewasa.
“Kuat? Yang tegar ya Karen.”
“Emang ada apa di otak saya, Dok?”
“Ini ada semacam hitam-hitam. Ini pertanda salah satu virus leukimia.”
“Benarkah, Dok? Sudah separah manakah?” kataku lemas tak berdaya.
“Mana mungkin saya berbohong, Karen. Untuk hal pastinya, saya tidak tahu. Karena saya hanya dokter umum, bukan spesialis. Saya akan kasih kamu surat rujukkan ke rekan satu profesi saya yang ahli dalam bidang ini, namanya dr.Utami.” lalu dr.Audy menuliskan semacam surat rujukkan ke temannya dengan tulisan yang sangat rapih. dr.Audy memang berbeda dengan dokter pada umumnya yang tulisannya sangat absurd, tapi ia -bisa dibilang- sangat rapih dan bagus.
“Ok, terimakasih atas sarannya, Dok!”
“Sama-sama, Karen. Maaf dokter hanya bisa membantu sampai disini saja. Karena ilmu kedokteran saya belum sampai. Hasil CT-scan-nya bisa kamu bawa pulang,”
“Dok, bolehkah aku meminta satu hal?”
“Tolong jangan kasih tau mama ya Dok, aku ga mau buat mama khawatir.”
“Tapi kenapa?”
“Aku ga mau home schooling. Aku mau jalanin beragam aktivitas yang aku punya. Terlalu berharga disaat umurku untuk dilewatkan masa-masanya. Mengerti kan, Dok?”
“Ok, Dokter mengerti.”
Lalu hasil CT-scan-nya dimasukkan ke dalam amplop coklat dan aku masukkan ke dalam tas Hush Puppies aku. Sesampainya diparkiran, pak supir sudah menunggu. Dan aku masuk kedalamnya, lalu pak supir –orang rumah kedua yang dekat denganku sehabis si bibi- memulai basa-basinya.
“Non, gimana hasilnya? Baik-baik aja kan ya?”
“Baik kok, Pak. Katanya hanya kecapean dan kurang tidur aja.”
“Oh gitu, syukurlah. Lagian sih non banyak banget aktivitasnya, sampai-sampai kerjaan bapak diambil sama Den Bintang.”
“Biarinlah Pak, harusnya bapak bersyukur. Gaji tetap dapet, hehe. Lagian dia yang mau anter-jemput aku.”
***
Tak lama, hpku berbunyi lagi. LEDnya merah. ‘Pasti dari Bintang. Jam-jam segini kan waktunya istirahat’ gumamku dalam hati. Ketika di cek, benar dugaanku.
‘Bintang Pratama: Hey my little honey pumpkinku :*. Bangun kamu, udah siang!’
‘Karenina Fujiko Azzahra: Udah bangun dari tadi sih, ntang. Yeee :p’
‘Bintang Pratama: Udah sarapan belum? Tadi pelajaran Ms.Linda dahsyat banget lho. Tadi aku disuruh maju ke depan buat ngerjain soal-soal, untungnya aku bisa.’
‘Karenina Fujiko Azzahra: Yakan kamu pinter, jadikan ga masalah buat kamu pastinya. Belum, nih mau mampir ke McD. Kamu mau?’
‘Bintang Pratama: Kamu abis dari mana? Ga ah, abis makan bakso di kantin tadi.’
‘Karenina Fujiko Azzahra: Abis dari hatimu, hehe’ kataku menggombal. Hampir saja keceplosan mau ketik abis dari dokter.
‘Bintang Pratama: Bisa aja kamu deh ih. Yaudah sana mesen. Aku mau belajar lagi ya, cepet sembuh sayangku’
‘Karenina Fujiko Azzahra: Oh iya, aku lupa. Tadi nadia nitipin mac aku ke kamu ga? Kalo iya, bawain aja besok. Kayaknya sweater aku ketinggalan ya di mobil kamu. Coba cek deh’
‘Bintang Pratama: Iya aku juga lupa ngasih tau, sweater kamu kemarin ketinggalan di mobil aku. Iya dia nitipin mac. Kamu kebiasaan banget sih ngasih minjem ke orang barang-barang kayak gitu.’
Sehabis itu aku tak bales bbm darinya, lalu aku menghabiskan makanan yang ada di mejaku, lalu menyisakan beberapa uang kecil untuk pegawai disana.

star chocolate for the last-- chapter 4


Bitter Strawberry Cakes
Sepanjang jalan, aku hanya melihat ke jalan. Menatap kosong. Memang jalan ini setiap sore selalu macet. Hingga bosanku datang dan aku mengambil hpku, membuka twitter, dan mengetikkan kata-kata diatas keypadku ‘Otw to strawberry cakes with @bintangtama. Anyone?’. Hanya meng-update itu, lalu langsung exit.
Tiba-tiba, rasa sakit itu kembali datang. Yap! Pusing yang menusuk-nusuk seluruh kepala, seperti ditusuk beribu-ribu jarum. Ini yang aku alami dua minggu terakhir yang membuat aku sering melamun tak jelas. Ketika searching di Google, search engine terbesar di dunia –mungkin- itu adalah gejala leukimia. Tadinya jarang terjadi, hanya beberapa hari sekali. Tapi minggu ini berbeda, jika aku kuat, ini terjadi hanya sehari sekali. Tapi jika tidak, mungkin aku tidak masuk sekolah. Aku hanya memegang kepalaku dan tampak rada pucat hingga tanpa aku sadari, Bintang memperhatikanku sedari tadi.
“Kamu kenapa sayang?”
“Sedikit pusing aja kok, gapapa,” memberikan sedikit senyum kepadanya agar ia tak khawatir.
“Yakin kuat? Mau pulang atau lanjutin?”
“Kuat kok sayang. Udah lama kan kita ga kayak gini.”
“Tapi kalo ga kuat jangan dipaksain. Bisa lain hari kan. Daripada kamu sakit, terus ga masuk, hayoo?”
“Kuat! Kamu ga usah khawatir sayangku.”
Ternyata sudah sampai di strawberry cakes. Hampir sejam lamanya dari sekolah kami. Padahal, jika di tempuh pada waktu senggang hanya 15 menit.
“Kamu aku pesenin yang biasa ya” kata Bintang di meja penuh kue-kue enak itu.
Dan tiba-tiba…. Brrruuuukkkk…!!
“Karen, bangun. Kamu kenapa? Tolong bantuin gua siapapun, please. Tolong gotongin dia ke mobil gua!”
Lalu Bintang panik setengah mati, dia bbm Ezar sama Nadia buat memberi tahu kalau aku pingsan disana. Sedang panik-paniknya, sang waiter di strawberry cakes memberitahu bill pembelanjaan. Lalu, Bintang yang sedang panik, tersulut emosi.
“Sabar ya, Mbak. Saya lagi panik. Saya ga bakalan pergi kok, saya bakalan bayar. Oh iya, black forest-nya dibungkus aja.”
“Maaf ya mas, iya semuanya sudah saya bungkus.”
Setelah menyelesaikan pembayaran, dia kembali ke mobil. Dan aku hanya bisa terkulai lemas, masih belum bisa membuka mata. ‘Karen, apa yang terjadi sama kamu sih sampai kayak begini’ Tak lama, terdengar bbm masuk di hpku. Ternyata dari Mrs.Castin. ‘Tumben hpnya ga di silent’ ujar Bintang dalam hatinya. Lalu ketika mencari dimana hp itu berada, Bintang membalasnya ‘Dear Mrs.Castin that so kind of my dear. This is Karen’s boyfriend.When I was with her, she was faint. I don’t know what happen with her. But trust me, I’m sure she’s sick now.’ Lalu tak lama, Mrs.Castin membalas ‘Ok, I trust you. Please take care of her. I believe, You’re good boy, what lucky girl get you J
***
Tak lama perjalanan dari strawberry cakes, sekitar 30 menit. Mobil Bintang sampai ke rumahku. Bibi yang melihat aku tergulai lemas di mobilnya Bintang sangat khawatir sekali. Bintang hanya menyuruh si bibi untuk membawakan black forest dan tasku di dalam mobil. Dan akhirnya, Bintang menggendongku sampai ke kamar berwallpaper putih dengan motif kupu-kupu di lantai dua. Lalu ia membaringkan tubuhku ke atas tempat tidur. Tak lama, handphonenya Bintang bergetar ‘Bunda calling’
“Hah? Bunda? Ada apa dia nelpon? Apakah dia balik ke Indonesia?” ujarnya dalam hati
“Den, Non Karen kenapa?”
“Pingsan tadi, Bi. Bi, nitip Karen ya. Black forestnya buat dia. Tolong kasihin. Nih sama kue buat bibi. Aku pulang dulu ya, bi. Bunda ada dirumah kayaknya”
“Oh yaudah, Den. Makasih banyak ya Den udah beliin Bibi kue ini. Pasti mahal.”


Lalu ia mengangkat telepon dari bundanya yang sedari tadi begetar tanpa henti.
“Bintang, kamu kemana aja sih? Dari tadi bunda telpon kamu tau gak? Tadinya bunda minta jemput di soetta, gara-gara kamu lama, yaudah mama naik taksi.”
“I’m sorry my lovely mom. Karen was faint while we were walked out together, so I drive out to her house. Sorry for unconvenience mom”
“Ok, don’t do like that next time. You can notice me before boy. What’s matter with her?”
“I don’t know what happen with her. She didn’t tell me any problem. I just afraid. I’ll get there now. Wait me at home mom”
Diakhiri teleponnya, lalu mengetik-ngetik keypad handphonenya ‘I was afraid with you girl, tell me what’s your problem. I am afraid if I lost you. I love you so much, sincerely a boy who lived in your heart for 2 years.’ Tak lama, bbm itu delivered.. lalu Bintang pun mulai berpikir apa yang ia lakukan selama ini. ‘Apa mungkin ini karena kita sempat menjauh untuk beberapa saat? Maaf kalau kesibukanku menyita waktu kita bersama. Maaf kalau kita baru bisa lakukan hal ini kembali setelah 2 bulan aku sibuk dengan diriku sendiri. Dengan duniaku. Maaf’
***
                Ketika aku membuka mata, aku terkaget. Aku berada di kamarku. Aku tak mengingat apa yang terjadi padaku, yang aku ingat hanya aku berada di strawberry cakes. Lalu, aku mengambil hpku yang ada di tas di sampingku. Ternyata banyak bbm dan beberapa mention.
‘Nadia Hutagallung: Ra, lo kenapa? Kata Bintang lo pingsan? Gue khawatir. Sorry baru tau, ra. Baru pulang dari rumahnya Ezar.’
Sepertinya mereka terlahir berjodoh, ternyata ada bbm juga dari Ezar.
‘Ezar Rizky Niscala: Lo kenapa ren? Bintang panik gila. Dia khawatirin lo. Gua sama Nadia jadi buru-buru kesana, pas kesana gada lo berdua.’
Dan yang terakhir, siapa lagi kalau bukan orang yang mengkhawatirkanku dari beberapa jam yang lalu. Dan aku teringat. Aku harus latihan balet dengan Mrs.Castin! Tak lama berbunyi lagi hpku itu. Ternyata bbm lagi.
‘Bintang Pratama: Kamu udah bangun?  Kalau udah, dan baca bbm ini, aku mau minta maaf tadi lancang. Tadi aku baca bbm dari Mrs.Castin, aku bales juga. Takut kamu diomelin sama Mrs.Castin.’
Ternyata sebelum bbm itu, dia mengirim bbm juga. Tak lama bibi masuk ke kamar hanya untuk mengecek keadaanku baik-baik saja. Mengingat Bintang tadi menitipkan amanat sama bibi.
“Eh non udah bangun, tadi den Bintang yang nganter non ke kamar. Di kulkas ada black forest non darinya, mau bibi ambilin ga?”
“Ga usah, Bi. Nanti aku ambil sendiri. Kalau bibi mau potong aja ya. Oh ya, katanya dia aku kenapa, Bi?”
“Katanya, Non pingsan. Tadi dia buru-buru, katanya bundanya pulang.”
“Oh, makasih ya, Bi,” sambil tersenyum kecil lalu bibi pergi meninggalkan kamarku. Lalu aku mengambil hpku kembali membalas bbm dari Bintang.
‘Karenina Fujiko Azzahra: Makasih ya sayang udah nganter aku mpe ke kamar dari strawberry cakes . Pasti pegel-pegel ya? Maaf ngerepotin kamu ya, ntang. Bunda balik? Kangen deh. I love you too baby :* Makasih black forestnya juga’
‘Bintang Pratama: Your welcome my little honey pumpkin :*. Kamu tau dari mana bunda balik? Bibi cerita ya? Maaf gabisa nungguin kamu sampe kamu bangun.’
‘Karenina Fujiko Azzahra: Iya bibi yang cerita. Gapapa kok sayang. Bunda sampai kapan ada disini?’
‘Bintang Pratama: Sampai besok aja. Cuman mau nengok sebentaran aja katanya. Itu juga karena colleganya ada di Singapore, makanya sempet kesini walaupun cuman semalem.’
‘Karenina Fujiko Azzahra: Oh gitu’
Setelah itu, aku tak membalas bbm dari Bintang dan juga Nadia serta Ezar. ‘just read’. Lalu aku membuka twitter. Ternyata beberapa ‘fans’ aku me-retweet tweet terakhir aku. About 4 hours ago. Ternyata Bintang salah satu diantaranya. ‘Tumben dia buka twitter. Biasanya dia males banget’ ujarku dalam hati. Karena penasarannya, aku membaca timelinenya. Diantaranya:
 ‘Ada apa sih Karen? Gua penasaran banget mau tau. Tapi dia gamau cerita sama gua
Sayang banget sama @karenrara :*
Gua harap lo ga kenapa-kenapa
Gua kangen lo yang dulu, ren!’.
Aku hanya membalasnya:
‘@bintangtama tumben kamu on
aku juga sayang sama kamu, ntang ({}) RT @bintangtama: Sayang banget sama @karenrara :*

star chocolate for the last-- chapter 3


Einstein Vs Tulalit
Aku cuma bisa ketawa melihat mereka saling ledek-ledekan sambil membereskan buku-buku yang ada di mejaku.  Mengingat bahwa Ezar adalah sahabatnya Bintang yang merangkap jadi pacarnya Nadia. Yap! Kita sering double date. Mereka jadian tidak lama setelah kita -maksudku aku dengan Bintang-. Nadia rada envy denganku, lalu dia minta carikan cowok, begitu pula dengan Ezar yang melakukan hal serupa kepada Bintang. Maka, kita berpikir untuk mereka berpacaran, dan sampai sekarang.
“Gimana tadi pelajaran Ms.Linda, pumpkin? Bisa?” sambil memegang kepalaku dan mengacak-acak poni aku. Aku hanya bisa tersenyum dengan terasa sedikit geli. Membuat mataku yang sudah sipit menjadi terlihat merem. Tetapi itu salah satu jurus ampuh membuatku nyaman disisinya.
“Ya, gitu deh. Maaf gabisa dibales satu-satu. Lagi males megang hp.”
“Kamu akhir-akhir ini kenapa sih? Berapa hari lagi ada apa ya?”
“Gapapa. Ada apa?”
“Gapapa kok sayang.” Bintang hanya bisa menelan ludah. Dia tidak tahu apa yang terjadi pada diriku. Aku pun tak sadar bahwa ada perubahan pada diriku. ‘Tanggal anniversary aja dia ga inget. Biasanya dia yang paling antusias. What happen my pumpkin?’. Ketika hening yang lumayan panjang, Bintang mulai pembicaraannya lagi.
“Ayo ke parkiran. Katanya mau ke strawberry cakes. Udah lama kita ga kesana kan?” sambil menggandeng tanganku.
“Iya, yah…”
***
Ketika mau jalan ke arah parkiran, Nadia memanggil. Bintang minta izin kepada kami berdua untuk mengambil mobilnya di parkiran dahulu. “Aku tunggu di lobby ya.”
“Ada apaan, Nad? Sorry ya yang tadi pelajaran Ms.Linda, gw minta maaf banget.”
“Oh itu, selaw sama gue, Ra. Gue boleh pinjem flash disk lo, ga? Gue lupa tadi minta copy soft data presentasi biologinya si Ubay. Lagian tadi Ubay pelit banget sama gue.”
“Yah, gw ga bawa flash disk, Nad. Gw tadi minjem flash disknya Ubay buat di copy ke Mac gw. Mau pinjem? Nih bawa aja,” sambil aku mengeluarkan laptop keluaran terbaru dari Apple. Sudah biasa buatku meminjamkan barang elektronik yang penting --menurut temen-temenku hingga berhari-hari.
“Thanks ya, Ra!”
‘Ttttiiinnnnntinnnn…’
“Tuh, Bintang udah di depan. Gue duluan ya, bareng sama Ezar.”
“Lo mau ikut kita ke strawberry cakes ga?”
“Ga ah, gue diajak ke rumahnya Ezar mumpung ada nyokapnya.”
“Ayoo pumpkin, ngapain sih ngajak ngobrol sama pacarnya si Einstein itu. Nanti ketularan rada-rada lhoo. Dia aja udah ketularan Ezar, tuh…” menunjuk ke arah Nadia.
“Diem lo, Ntang, bacot banget dari tadi. Udah sono lo pergi, Ra!”
“Udah-udah. Kalian ini berantem melulu ga bosen apa. Udah ya, gw duluan, Ra. Hati-hati dijalan” sambil memasuki mobilnya Bintang dan melambaikan tangan kepada Nadia dan Ezar yang ternyata sudah berada di sampingnya.

star chocolate for the last-- chapter 2


Sinar Matahari Ms.Linda
                Setelah melewati jam-jam penuh perjuangan, hm…maksudku, pelajaran yang tidak bisa dipahami olehku. Bagaikan sinar matahari yang dipantulkan kembali oleh kaca, otakku seperti kaca dan rumus bagaikan sinar mataharinya.
“Ra, itu maksudnya apaan sih? Ishh… ga ngerti. Lo nyatet ga? Gue liat dong?” Aku tak menjawab. Masih melamun.
“Ra, lo denger ga sih?” dia menarik buku tulis yang ada di mejaku. “Ra, lo dari tadi ngapain aja? Ga nyatet? Lo ngelamun lagi ya?”
“Hah? Ada apaan, Nad? Oh itu, gampang itu mah,” ujarku mengelak
“Bener? Gue pinjem buku paket lo dong. Gue lupa tadi bawa buku.”
“Ambil aja di tas. Sini buku gw. Main ambil-ambil aja. Gw mau lanjutin nyatet.”
Sambil mengacak-acak isi tas. Ternyata Nadia. Nadia adalah soulmate-ku semenjak kelas 10. Herannya, walaupun ada pertukaran kelas ketika kelas 11, -mungkin ditakdirkan untuk bersama- kita bertemu lagi di kelas yang sama. Dia duduk sebelah kiriku. Setelah mengacak-acak si tasku, dia melihat hpku.
“LED-nya merah tuh, pasti bbm dari Bintang”
“Kalo bukan, Nad? Sok tau, lo!” Aku langsung melanjutkan mencatat apa yang di papan tulis.
“Gue buka nih yak. Tuh, kan bener. ‘Bintang Pratama: Sayang, mau ga nanti ke strawberry cakes? Aku tunggu nanti di parkiran. Kamu ga bawa mobil kan?’ Ciyeelah…” sambil teriak, hingga akhirnya…
Prrrrooooottttttttt. Tiba-tiba sebuah penghapus papan tulis melayang dari tangan dari Ms. Linda, guru fisika kami dan penghapus itu mendarat di kepala Nadia. Semua mata di kelas langsung tertuju pada seseorang yang dikenai itu. Sementara, Nadia masih mengelus-elus kepalanya yang masih sakit.
“Nadia Hutagallung, tadi kamu ngapain berisik-berisik? Lagi ngapain kamu?”
Nadia panik, lalu mencari alasan-alasan agar tak kena hukuman. “Hm..ini bu, pinjem bukunya Rara.”
“Ga usah mengelak kamu! Now, you get out from my class! I’ll bring you to headmaster room, after this class done.”
“Please, Miss, it’s just little problem. Don’t bring me there.”
“But you bother everyone in this class!”
“Please, I hope…” sambil memajang muka melas agar tidak dibawa ke ruang kepsek. Dan akhirnya Ms. Linda luluh.
“Ok, for this time I give you a chance. But, for next time. I don’t know what happen to you, do you understand?”
“Ok, thanks a lot miss.”
***
Nadia langsung keluar kelas. Dia memang anak yang seperti itu. Tapi aku agak sedikit kasihan melihat Nadia kena hukuman seperti itu. Memang sekolah ini terlalu ‘lebay’ peraturannya. Salah sedikit berurusan dengan kepsek, apa-apa kepsek. Ketika hening, dan Ms. Linda melanjutkan menuliskan ‘sinar mataharinya’, aku membalaskan bbm dari Bintang. Sempet kaget melihat hpku, penuh dengan sms, missed call dan bbm darinya, serta notifikasi social network darinya pula.
‘Karenina Fujiko Azzahra: Aku lagi pelajaran Ms. Linda. Maaf baru bales, tadi Nadia kena hukuman gara-gara baca bbm kamu. Yaudah nanti aku mau. Tapi ga lama kan? Aku mau latihan balet buat pentas nanti.’
Seketika Bintang membalas dengan cepat, pertanda di kelasnya tak ada guru yang mengajar.
‘Bintang Pratama: Ok, I’ll promises it my little honey pumpkin :*’
***
Ketika melewati jam istirahat kedua dan akhirnya bel pulang pun berbunyi. Ternyata Bintang sudah di depan kelasku. Dia langsung menghampiri Nadia yang mukanya masih rada absurd, mungkin efek dari ‘Nasihat Ms.Linda’.
“Hey, Nad. Sorry bikin lo dihukum ya. Katanya Karen, lo dihukum gara-gara baca bbm dari gua yak?”
“Hm….”
“Nad, jangan marah dong. Nanti Ezar ga suka lagi lho sama lo.”
“Boam!!”
“Gua aduin lo yak sama Ezar!”
“Gih sana. Ga takut gue sama Ezar.”
“Yaudah gua bbm Ezar nih.”
“Ezar ga pake paket. Bbmnya off. Mampus lo mau ngasih tau lewat apa?”
“Nanti kalo ketemu, gua kasih tau. Udah ah gua mau ke pumpkin gua dulu. Daaaaaahhhhh…”

star chocolate for the last-- chapter 1


Sakura Terindah
                Mengingat sebentar lagi hari yang ditunggu-tunggu oleh para kaum remaja. Yap! Hari terindah di bulan Februari. Hari Valentine yang jatuh pada tanggal 14. Biasanya, penjual cokelat, bunga atau pun boneka bertebaran menjelang hari ini. Biasanya, para laki-laki memberikan cokelat atau bunga untuk kekasihnya. Begitu pula aku. Aku memang -yang bisa dibilang- lumayan pintar, cantik, dan terkenal. Tak jarang, laki-laki satu sekolah memberikan cokelat dan bunga kepadaku. Tapi itu hanya memenuhi kamarku saja, jadi kupikir mubazir jika dibuang dan kukasihkan kepada sahabat-sahabatku, atau tidak aku bagikan ke anak-anak jalanan, hitung-hitung sedekah kecil-kecilan. Lagi pula, hari kasih sayang setiap hari kan? Mengapa orang begitu antusiasnya menyambut event itu? Aneh!
***
                Orang-orang memanggilku Karen, terkadang Rara. Nama panjangku Karenina Fujiko Azzahra. Memang terdengar rada aneh ditelinga, ini semua karena papaku berkebangsaan Jepang dan mamaku seorang wanita cantik berkebangsaan Indonesia. Mama terlalu excited sama gunung Fuji di Jepang, makanya mama menamai aku itu. Bisa dibilang aku terlahir di keluarga yang berada. Mama dan papaku selalu sibuk dengan urusan bisnis mereka. Terkadang aku envy sama mereka yang orang tuanya sempat meluangkan waktunya untuk bersantai di rumah. Tapi aku sadari, setiap orang terlahir dengan takdir yang telah ditentukan oleh Tuhan dan mensyukuri dengan caranya masing-masing.
                Aku bersekolah di suatu sekolah Internasional terkenal di Jakarta. Ya, aku -bisa dibilang- termasuk dalam kategori perempuan yang diidam-idamkan oleh para kaum adam di sekolah. Tapi, aku hanya mengganggap itu biasa saja, tidak terlalu penting untuk dibahas. Aku dibekali sebuah handphone keluaran terbaru, beberapa gold credit card jika ‘mereka’ belum mengirimkan uang untukku di awal bulan dan sebuah mobil keluaran terbaru. Banyak sahabat-sahabat yang mengiri kepadaku, tapi jika mereka ingin meminjamnya, kupersilahkan. Sungguh, itu terlalu berlebihan.
                Prestasi yang pernah aku raih pun lumayan banyak, tak terhitung. Mungkin rata-rata piala yang ada di ruang piala khusus itu pemberian dariku. Ya, sahabat-sahabat ku bilang, aku terlalu perfect untuk menjadi seorang wanita. Mungkin ini karena aku mewariskan darah Jepang dari papaku, jadi aku terlihat seperti wanita Jepang. Tapi aku hanya menanggapi ‘tidak ada yang sempurna di dunia ini, kecuali Dia-lah yang menciptakan kita dan alam semesta ini’.
***
“Kamu kemana aja sih? Aku cariin dari tadi tauk. Tau-taunya ada disini. Ngelamun aja, ga baik tauk!” ucapan itu membuyarkan lamunanku. Ternyata dia Bintang. Dia adalah pacarku atau yang lebih tepat seseorang yang menenangkan aku ketika aku gelisah.
“Siapa juga sih yang ngelamun. Lagi liat bunga-bunga nih bagus banget,” kataku mengelak.
“Bohong! Ketauan kok dari matamu kosong tadi. Hayo jujur!”
“Iya, aku mikir sesuatu. Tapi gabisa ceritain ke kamu, maaf ya?”
“Udah makan belum?”
“Belum, males ah.”
“Hp kamu kemana? Kamu lagi pake hp yang mana sih?”
“Oh, ada di tas kok. Males keluarin. Pake yang bb kalo sekolah. iPhone-nya dipake sama bibi,”
“Lho, kok? Kok dipake sama bibi sih?”
“Aku ajarin biar dia gaul, hehe. Kalau weekend kan papa mama baru video call aku, nah baru deh aku pake iPhone-nya, bbnya dipake sama bibi. Tukeran gitu, hehe…”
“Emang dasar kamu, dih!”
‘Trrrrrrrrrrrreeeeeeeeeeeeeetttttttttt’ Bel masuk pun berakhir menandakan jam istirahat pertama berakhir.
“Ntang, aku balik ke kelas duluan yah?” sambil pamit pergi dari dia untuk kembali ke kelas. Diiringi sebuah kecupan hangat yang mendarat di kening dan kedua pipiku.
***
Bintang pun memikirkan sepanjang jalan ke kelasnya apa yang terjadi denganku. ‘Karen kenapa sih akhir-akhir ini? Sering melamun gitu. Rada berubah dari biasanya. Kalau ada masalah cerita, sekalipun itu private. Hm, yasudah lah…’