Cuteki christmas cards

Sabtu, 31 Oktober 2015

TUGAS II BAHASA INDONESIA 2

3.2  Penyebab-penyebab Terjadinya Pemanasan Global
3.2.1 Efek Rumah Kaca
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut dalam bentukradiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini mengenai permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini sebagai radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbondioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini.
Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Hal tersebut terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat. Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana kaca dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya. Sebenarnya, efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi, akibat jumlah gas-gas tersebut telah berlebih di atmosfer, pemanasan global menjadi akibatnya.
3.2.2 Efek Umpan Balik
Efek-efek dari agen penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara hingga tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara,kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat). Umpan balik ini hanya dapat dibalikkan secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer.
Efek-efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan radiasi infra merah balik ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat.
Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es.Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersama dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air dibawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.
Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif.
Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.

2. Menurut saya, paragraf diatas merupakan berpola pikiran secara deduktif karena mengambil dari gejala yang umum mayoritas orang tahu lalu ditarik ke masalah khusus.

3. Metode ilmiah atau proses ilmiah (bahasa Inggris: scientific method) merupakan proses keilmuan untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis berdasarkan bukti fisis.

4. Manfaat dari memelajari metode ilmiah:
a.       Meningkatkan keterampilan dalam mengorganisasikan dan menyajikan fakta secara sistematis.
b.      Meningkatkan keterampilan dalam menulis berbagai karya tulis.
c.       Meningkatkan pengetahuan tentang mekanisme penulisan karangan ilmiah

5. Sintesis
      Sintesis diartikan sebagai komposisi atau kombinasi bagian-bagian atau elemen-elemen yang membentuk satu kesatuan. Selain itu, sintesis juga diartikan sebagai kombinasi konsep yang berlainan menjadi satu secara koheren, dan penalaran induktif atau kombinasi dialektika dari tesis dan antitesis untuk memperoleh kebenaran yang lebih tinggi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) sintesis diartikan sebagai “paduan berbagai pengertian atau hal sehingga merupakan kesatuan yang selaras atau penentuan hukum yang umum berdasarkan hukum yang khusus.” Pengertian ini sejalan dengan pendapat Kattsoff (1986) yang menyatakan bahwa maksud sintesis yang utama adalah mengumpulkan semua pengetahuan yang dapat diperoleh untuk menyusun suatu pandangan dunia.
Dalam perspektif lain “sintesis” merupakan kemampuan seseorang dalam mengaitkan dan menyatakan berbagai elemen dan unsur pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeluruh. Kata kerja operasional yang dapat digunakan adalah mengategorikan, mengombinasikan, menyusun, mengarang, menciptakan, mendesain, menjelaskan, mengubah, mengorganisasi, merencanakan, menyusun kembali, menghubungkan, merevisi, menyimpulkan, menceritakan, menuliskan, mengatur.. Metode Sintesis Melakukan penggabungan semua pengetahuan yang diperoleh untuk menyusun satu pandangan dunia.
Beberapa contoh dari pernyataan Sintetik adalah :
1.      Langit itu biru.
2.      Budi adalah pria yang menyebalkan
3.      Anjing itu galak
4.      Jerapah memiliki empat kaki
     Sintesis Menggabungkan atau mengkompromikan dari pernyataan satu kepada pernyataan lain untuk memperoleh kesimpulan yang komprehensif.
Contoh :
1.      Ilmu adalah aktifitas
2.      Ilmu adalah metode
3.      Ilmu adalah produk
Referensi:
http://omdompet.blogspot.co.id/2014/01/ringkasan-abstrak-dan-sintesis.html diakses pada tanggal 31 Oktober 2015, pukul 21:20.
https://id.wikipedia.org/wiki/Metode_ilmiah diakses pada tanggal 31 Oktober 2015, pukul 21:12.



Sabtu, 03 Oktober 2015

TUGAS I BAHASA INDONESIA 2

Pengertian Penalaran
Menurut Minto Rahayu, (2007 : 35), “Penalaran adalah proses berpikir yang sistematis untuk memperoleh kesimpulan atau pengetahuan yang bersifat ilmiah dan tidak ilmiah. Bernalar akan membantu manusia berpikir lurus, efisien, tepat, dan teratur untuk mendapatkan kebenaran dan menghindari kekeliruan. Dalam segala aktifitas berpikir dan bertindak, manusia mendasarkan diri atas prinsip penalaran. Bernalar mengarah pada berpikir benar, lepas dari berbagai prasangka emosi dan keyakinan seseorang, karena penalaran mendidik manusi bersikap objektif, tegas, dan berani, suatu sikap yang dibutuhkan dalam segala kondisi”.
Sedangkan Widjono, (2007 : 209), mengungkapkan penalaran dalam beberapa definisi, yaitu:
1.    Proses berpikir logis, sistematis, terorganisasi dalam urutan yang saling berhubungan sampai dengan simpulan.
2.    Menghubung-hubungkan fakta atau data sampai dengan suatu simpulan.
3.    Proses menganalisis suatu topik sehingga menghasilkan suatu simpulan atau pengertian baru.
4.    Dalam karangan terdiri dari dua variabel atau lebih, penalaran dapat diartikan mengkaji, membahas, atau menganalisis dengan menghubungkan variabel yang dikaji sampai menghasilkan suatu derajat hubungan dan simpulan.
5.    Pembahasan suatu masalah sampai menghasilkan suatu simpulan yang berupa pengetahuan atau pengertian baru.
Jadi, dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penalaran adalah proses pemikiran yang logis untuk memperoleh kesimpulan berdasarkan fakta yang relevan (sebenarnya). Atau dengan kata lain, penalaran adalah proses penafsiran fakta sebagai dasar untuk menghasilkan dan menarik kesimpulan.
Unsur Penalaran Penulisan Ilmiah
Menurut Widjono, (2007 : 210), unsur penalaran penulisan ilmiah adalah sebagai berikut:
1.    Topik yaitu ide sentral dalam bidang kajian tertentu yang spesifik dan berisi sekurang-kurangnya dua variabel.
2.    Dasar pemikiran, pendapat, atau fakta dirumuskan dalam bentuk proposisi yaitu kalimat pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya atau kesalahannya.
3.    Proposisi mempunyai beberapa jenis, antara lain:
a.    Proposisi empirik yaitu proposisi berdasarkan fakta.
b.    Proposisi mutlak yaitu pembenaran yang tidak memerlukan pengujian untuk menyatakan benar atau salahnya.
c.    Proposisi hipotetik  yaitu persyaratan huungan subjek dan predikat yang harus dipenuhi.
d.    Proposisi kategoris yaitu tidak adanya persyaratan hubungan subjek dan predikat.
e.    Proposisi positif universal yiatu pernyataan positif yang mempunyai kebenaran mutlak.
f.     Proposisi positif parsial yaitu pernyataan bahwa sebagian unsur pernyataan tersebut bersifat positif.
g.    Proposisi negatif universal, kebalikan dari proposisi positif universal.
h.    Proposisi negatif parsial, kebalikan dari proposisi negatif parsial.
4.    Proses berpikir ilmiah yaitu kegiatan yang dilakukan secara sadar, teliti, dan terarah menuju suatu kesimpulan.
5.    Logika yaitu metode pengujian ketepatan penalaran, penggunaan argumen (alasan), argumentasi (pembuktian), fenomena, dan justifikasi (pembenaran).
6.    Sistematika yaitu seperangkat proses atau bagian-bagian atau unsur-unsur proses berpikir ke dalam suatu kesatuan.
7.    Permasalahan yaitu pertanyaan yang harus dijawab (dibahas) dalam karangan.
8.    Variabel yaitu unsur satuan pikiran dalam sebuah topik yang akan dianalisis.
9.    Analisis (pembahasan, penguraian) dilakukan dengan mengidentifikasi, mengklasifikasi, mencari hubungan (korelasi), membandingkan, dan lain-lain.
10.  Pembuktian (argumentasi) yaitu proses pembenaran bahwa proposisi itu terbukti kebenarannya atau kesalahannya. Pembuktian ini harus disertai dukungan yang berupa: metode analisis baik yang bersifat manual maupun yang berupa software. Selain itu, pembuktian didukung pula dengan data yang mencukupi, fakta, contoh, dan hasil analisis yang akurat.
11.  Hasil yaitu akibat yang ditimbulkan dari sebuah analisis induktif atau deduktif.
12.  Kesimpulan (simpulan) yaitu penafsiran atas hasil pembahasan, dapat berupa implikasi atau inferensi.
Ciri – Ciri Penalaran
Penalaran mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1.    Adanya suatu pola pikir yang secara luas di sebut logika.
2.    Sifat analitik dari proses berfikir. Analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berfikir berdasarkan langkah – langkah tertentu.
3.    Menghasilakan kesimpulan berupa pengetahuan,keputusan atau sikap yang baru.
4.    Premis berupa pengalaman atau pengetahuan, bahkan teori yang telah di peroleh.
Tujuan Penalaran
Tujuan dari penalaran yang terjadi diatas tersebut adalah untuk menentukansecara logis atau objektif, apakah yang kita lakukan itu benar atau tidak sehingga dapat dilaksanakan.
Metode Dalam Penalaran
Ada dua jenis metode dalam menalar, yaitu induktif dan deduktif.
A.   Penalaran Induktif
Penalaran induktif (prosesnya disebut induksi) merupakan proses penalaran untuk menarik suatu prinsip atau sikap yang berlaku untuk umum maupun suatu kesimpulan yang bersifat umum berdasarkan atas fakta-fakta khusus.
Contoh penalaran induktif:
Kerbau punya mata. Anjing punya mata. Kucing punya mata. Setiap hewan pasti punya mata.
Ciri- Ciri Paragraf Induktif:
1.    Terlebih dahulu menyebutkan peristiwa-peristiwa khusus.
2.    Kemudian, menarik kesimpulan berdasarkan peristiwa-peristiwa khusus.
3.    Kesimpulan terdapat di akhir paragraf.
4.    Menemukan Kalimat Utama, Gagasan Utama, Kalimat Penjelas. Kalimat utama paragraf induktif terletak di akhir paragraf.
5.    Gagasan Utama terdapat pada kalimat utama.
6.    Kalimat penjelas terletak sebelum kalimat utama, yakni yang mengungkapkan peristiwa-peristiwa khusus.
7.    Kalimat penjelas merupakan kalimat yang mendukung gagasan utama.
Jenis-jenis Penalaran Induktif :
1.    Generalisasi
Penalaran yang merupakan yang mengandalakan beberapa pernyataan yang mempunyai sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum.
Contoh:
Ade adalah tentara yang mempunyai badan gagah
Bari adalah tentara yang mempunyai badan gagah
Generalisasi :Semua tentara mempunyai badan gagah
2.    Analogi (Analogi Induktif)
Dalam analogi, kita membandingkan dua macam hal.Dalam penalaran ini kita hanya memperhatikan persamaannya,tanpa memperhatikan perbedaannya.Jadi,kesimpulan yang didapat didasarkan pada persamaan diantara dua hal yang berbeda. proses penalaran untuk menarik kesimpulan/referensi tentang kebenaran suatu gejala khusus berdasarkan kebenaran suatu gejala khusus lain yang memiliki sifat-sifat esensial penting yang bersamaan.
Tujuan dari penalaran secara analogi yakni :
a.    Analogi dilakukan untuk meramalkan kesamaan.
b.    Analogi dilakukan untuk menyingkap kekeliruan.
c.    Analogi dilakukan untuk menyusun klasifikasi.
Contoh:
Para atlet memiliki latihan fisik yang keras guna membentuk otot-otot yang kuat dan lentur. Demikian juga dengan tentara, mereka memerlukan fisik yang kuat untuk melindungi masyarakat. Keduanya juga membutuhkan mental yang teguh untuk bertanding ataupun melawan musuh-musuh di lapangan. Oleh karena itu, untuk menjadi atlet dan tentara harus memiliki fisik dan mental yang kuat.
3.    Hubungan Sebab Akibat
Hubungan sebab akibat diambil dengan menghubungkan fakta yang satu dengan fakta yang lain, dapatlah kita sampai kepada kesimpulan yang menjadi sebab dari fakta itu atau dapat juga kita sampai kepada akibat fakta tersebut.
Penalaran sebab akibat dapat di bedakan menjadi 3 macam :
a.    Hubungan sebab – akibat
Dalam hubungan ini dikemukakan terlebih dahulu hal-hal yang menjadi sebab, kemudian ditarik kesimpulan yang berupa akibat.
Contoh:
Belajar, berdoa, tekun, dan tidak putus asa adalah hal yang bisa membuat kita berada di puncak kesuksesan
b.    Hubungan akibat – sebab
Dalam hubungan ini dikemukakan terlebih dahulu hal-hal yang menjadi akibat, selanjutnya ditarik kesimpulan yang merupakan sebabnya.
Contoh:
Marak terjadi tindak kriminal di perkotaan seperti, tingkat stres yang tinggi,tawuran antar wilayah dan bunuh diri yang disebabkan kenaikan harga bbm sehingga mengalami kesulitan ekonomi.
c.    Hubungan sebab – akibat 1 – akibat 2
Suatu penyebab dapat menimbulkan serangkaian akibat. Akibat pertama menjadi sebab hingga menimbulkan akibat kedua. Akibat kedua menjadi sebab yang menimbulkan akibat ketiga, dan seterusnya.
B.   Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif didasarkan pada teori yang berlaku umum tentang hal / gejala. Ditarik kesimpulan hal yang khusus. Merupakan bagian dari hal/gejala tadi. Secara garis besar maka penalaran deduktif adalah bergerak dari hal atau gejala yang khusus menjadi gejala yang khusus.
Jenis-jenis penalaran deduktif :
a.    Silogisme
Penalaran deduksi biasanya sering digunakan adalah silogisme. Silogisme adala penalaran secara tidak langsung. Dalam silogisme kita terdapat dua premis dan satu premis kesimpulan. Kedua premis itu adalah premis umum atau premis mayor dan premis khusus atau premis minor. Dari kedua premis tersebut kesimpulan dirumuskan.
b.    Entinem
Entinem adalah silogisme yang dipersingkat, hanya terdiri dari premis khusus dan kesimpulan. Entimen mengandung penyimpulan sebab akibat dari kedua preposisi tersebut, yaitu preposisi khusus (premis khusus) merupakan sebab bagi apa yang terkandung di
dalam preposisi kesimpulan.
Contoh :
a.    Laptop adalah barang elektronik membutuhkan aliran listrik untuk beroperasi

b.    DVD Player adalah barang elektronik membutuhkan aliran listrik untuk beroperasi

Perbedaan Karya Ilmiah dengan Non-ilmiah
     Istilah karya ilmiah dan nonilmiah merupakan istilah yang sudah sangat lazim diketahui orang dalam dunia tulis-menulis. Berkaitan dengan istilah ini, ada juga sebagian ahli bahasa menyebutkan karya fiksi dan nonfiksi. Terlepas dari bervariasinya penamaan tersebut, hal yang sangat penting untuk diketahui adalah baik karya ilmiah maupun nonilmiah/fiksi dan nonfiksi atau apa pun namanya, kedua-keduanya memiliki perbedaan yang signifikan.
     Perbedaan-perbedaan yang dimaksud dapat dicermati dari beberapa aspek. Pertama,karya ilmiah harus merupakan pembahasan suatu hasil penelitian (faktual objektif). Faktual objektif adalah adanya kesesuaian antara fakta dan objek yang diteliti. Kesesuaian ini harus dibuktikan dengan pengamatan atau empiri. Kedua, karya ilmiah bersifat metodis dan sistematis. Artinya, dalam pembahasan masalah digunakan metode atau cara-cara tertentu dengan langkah-langkah yang teratur dan terkontrol melalui proses pengidentifikasian masalah dan penentuan strategi. Ketiga, dalam pembahasannya, tulisan ilmiah menggunakan ragam bahasa ilmiah. Dengan kata lain, ia ditulis dengan menggunakan kode etik penulisan karya ilmiah. Perbedaan-perbedaan inilah yang dijadikan dasar para ahli bahasa dalam melakukan pengklasifikasian.
     Selain karya ilmiah dan nonilmiah yang telah disebutkan di atas, terdapat juga karangan yang berbentuk semi-ilmiah/ilmiah populer. Sebagian ahli bahasa membedakan dengan tegas antara karangan semi-ilmiah ini dengan karangan ilmiah dan nonilmiah. Finoza (2005:193) menyebutkan bahwa karakteristik yang membedakan antara karangan semi-ilmiah, ilmiah, dan nonilmiah adalah pada pemakaian bahasa, struktur, dan kodifikasi karangan. Jika dalam karangan ilmiah digunakan bahasa yang khusus dalam di bidang ilmu tertentu, dalam karangan semi-ilmiah bahasa yang terlalu teknis tersebut sedapat mungkin dihindari. Dengan kata lain, karangan semi-ilmiah lebih mengutamakan pemakaian istilah-istilah umum daripada istilah-istilah khusus. Jika diperhatikan dari segi sistematika penulisan, karangan ilmiah menaati kaidah konvensi penulisan dengan kodifikasi secara ketat dan sistematis, sedangkan karangan semi-ilmiah agak longgar meskipun tetap sistematis. Dari segi bentuk, karangan ilmiah memiliki pendahuluan (preliminaris) yang tidak selalu terdapat pada karangan semi-ilmiah.
     Berdasarkan karakteristik karangan ilmiah, semi-ilmiah, dan nonilmiah yang telah disebutkan di atas, yang tergolong dalam karangan ilmiah adalah laporan, makalah, skripsi, tesis, disertasi; yang tergolong karangan semi-ilmiah antara lain artikel,  feature,kritik, esai, resensi; yang tergolong karangan nonilmiah adalah anekdot, dongeng, hikayat, cerpen, cerber, novel, roman, puisi, dan naskah drama.

     Karya nonilmiah sangat bervariasi topik dan cara penyajiannya, tetapi isinya tidak didukung fakta umum. Karangan nonilmiah ditulis berdasarkan fakta pribadi, dan umumnya bersifat subyektif. Bahasanya bisa konkret atau abstrak, gaya bahasanya nonformal dan populer, walaupun kadang-kadang juga formal dan teknis. Karya nonilmiah bersifat (1) emotif: kemewahan dan cinta lebih menonjol, tidak sistematis, lebih mencari keuntungan dan sedikit informasi, (2) persuasif: penilaian fakta tanpa bukti. Bujukan untuk meyakinkan pembaca, mempengaruhi sikap cara berfikir pembaca dan cukup informative, (3) deskriptif: pendapat pribadi, sebagian imajinatif dan subjektif, dan (4) jika kritik adakalanya tanpa dukungan bukti.

Referensi:

Kamis, 04 Juni 2015

Hak Atas Kekayaan Industri (HAKI)

Kekayaan Intelektual / Hak Kekayaan Intelektual (HKI) /  Hak Milik Intelektual
Adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR) atau Geistiges Eigentum, dalam bahasa Jermannya. Istilah atau terminologi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Adalah Fichte yang pada tahun 1793 mengatakan tentang hak milik dari si pencipta ada pada bukunya. Yang dimaksud dengan hak milik disini bukan buku sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian isinya. Istilah HKI terdiri dari tiga kata kunci, yaitu Hak, Kekayaan, dan Intelektual. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual.
Teori Hak Kekayaan Intelektual
Teori Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sangat dipengaruhi oleh pemikiran John Locke tentang hak milik. Dalam bukunya, Locke mengatakan bahwa hak milik dari seorang manusia terhadap benda yang dihasilkannya itu sudah ada sejak manusia lahir. Benda dalam pengertian disini tidak hanya benda yang berwujud tetapi juga benda yang abstrak, yang disebut dengan hak milik atas benda yang tidak berwujud yang merupakan hasil dari intelektualitas manusia.
Sejarah Perkembangan Sistem Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
Secara historis, peraturan perUndang-Undangan di bidang HKI di Indonesia telah ada sejak tahun 1840. Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan Undang-Undang pertama mengenai perlindungan HKI pada tahun 1844. Selanjutnya, Pemerintah Belanda mengundangkan UU Merek tahun 1885, Undang-Undang Paten tahun 1910, dan UU Hak Cipta tahun 1912. Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indies telah menjadi anggota Paris Convention for the Protection of Industrial Property sejak tahun 1888, anggota Madrid Convention dari tahun 1893 sampai dengan 1936, dan anggota Berne Convention for the Protection of Literaty and Artistic Works sejak tahun 1914. Pada zaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 sampai dengan 1945, semua peraturan perUndang-Undangan di bidang HKI tersebut tetap berlaku.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan perUndang-Undangan peninggalan Kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan UUD 1945. UU Hak Cipta dan UU Merek tetap berlaku, namun tidak demikian halnya dengan UU Paten yang dianggap bertentangan dengan pemerintah Indonesia. Sebagaimana ditetapkan dalam UU Paten peninggalan Belanda, permohonan Paten dapat diajukan di Kantor Paten yang berada di Batavia (sekarang Jakarta), namun pemeriksaan atas permohonan Paten tersebut harus dilakukan di Octrooiraad yang berada di Belanda.
Pada tahun 1953 Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman yang merupakan perangkat peraturan nasional pertama yang mengatur tentang Paten, yaitu Pengumuman Menteri Kehakiman no. J.S 5/41/4, yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan Paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.G 1/2/17 yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten luar negeri.
Pada tanggal 11 Oktober 1961 Pemerintah RI mengundangkan UU No.21 tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan untuk mengganti UU Merek Kolonial Belanda. UU No 21 Tahun 1961 mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Penetapan UU Merek ini untuk melindungi masyarakat dari barang-barang tiruan/bajakan.
Pada tanggal 10 Mei 1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris Paris Convention for the Protection of Industrial Property (Stockholm Revision 1967) berdasarkan keputusan Presiden No. 24 Tahun 1979. Partisipasi Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu belum penuh karena Indonesia membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah ketentuan, yaitu Pasal 1 sampai dengan 12 dan Pasal 28 ayat 1.
Pada tanggal 12 April 1982 Pemerintah mengesahkan UU No.6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta untuk menggantikan UU Hak Cipta peninggalan Belanda. Pengesahan UU Hak Cipta tahun 1982 dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu, seni, dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa.
Pada tahun 1986 dapat disebut sebagai awal era moderen sistem HKI di tanah air. Pada tanggal 23 Juli 1986 Presiden RI membentuk sebuah tim khusus di bidang HKI melalui keputusan No.34/1986 (Tim ini dikenal dengan tim Keppres 34) Tugas utama Tim Keppres adalah mencakup penyusunan kebijakan nasional di bidang HKI, perancangan peraturan perUndang-Undangan di bidang HKI dan sosialisasi sistem HKI di kalangan intansi pemerintah terkait, aparat penegak hukum dan masyarakat luas.
Pada tanggal 19 September 1987 Pemerintah RI mengesahkan UU No.7 Tahun 1987 sebagai perubahan atas UU No. 12 Tahun 1982 tentang Hak Cipta.
Pada tahun 1988 berdasarkan Keputusan Presiden RI No.32 ditetapkan pembentukan Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek (DJHCPM) untuk mengambil alih fungsi dan tugas Direktorat paten dan Hak Cipta yang merupakan salah satu unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Hukum dan PerUndang-Undangan, Departemen Kehakiman.
Pada tanggal 13 Oktober 1989 Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui RUU tentang Paten yang selanjutnya disahkan menjadi UU No. 6 Tahun 1989 oleh Presiden RI pada tanggal 1 November 1989. UU Paten 1989 mulai berlaku tanggal 1 Agustus 1991.
Pada tanggal 28 Agustus 1992 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 19 Tahun 1992 tentang Merek, yang mulai berlaku 1 April 1993. UU ini menggantikan UU Merek Tahun 1961.
Pada tanggal 15 April 1994 Pemerintah RI menandatangani Final Act Embodying the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPS).
Pada tahun 1997 Pemerintah RI merevisi perangkat peraturan perUndang-Undangan di bidang HKI, yaitu UU Hak Cipta 1987 jo. UU No. 6 Tahun 1982, UU Paten 1989 dan UU Merek 1992.
Akhir tahun 2000, disahkan tiga UU baru dibidang HKI yaitu : (1) UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, dan UU No. 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Untuk menyelaraskan dengan Persetujuan TRIPS (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) pemerintah Indonesia mengesahkan UU No 14 Tahun 2001 tentang Paten, UU No 15 tahun 2001 tentang Merek, Kedua UU ini menggantikan UU yang lama di bidang terkait. Pada pertengahan tahun 2002, disahkan UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menggantikan UU yang lama dan berlaku efektif satu tahun sejak di undangkannya.
Pada tahun 2000 pula disahkan UU No 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman dan mulai berlaku efektif sejak tahun 2004.
Ruang Lingkup HKI
Secara garis besar HKI dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1.      Pengertian Hak Cipta (Copyrights) menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002:
Hak cipta adalah “hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perUndang-Undangan yang berlaku” (pasal 1 butir 1).
2.      Pengertian Hak Cipta (Copyrights) menurut Pasal 2 UUHC:
Hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi ijin untuk iti dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perUndang-Undangan yang berlaku. Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
2.      Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Rights), yang mencakup :
  1. Paten (Patent)
Paten merupakan hak khusus yang diberikan negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan pesetujuannya kepada orang lain untuk melaksanakannya.
  1. Desain Industri (Industrial Design)
Rancangan dapat berupa rancangan produk industri, rancangan industri. Rancanangan industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi, garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi yang mengandung nilai estetika dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang atau komoditi industri dan kerajinan tangan.
  1. Merek (Trademark)
Merk adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan dipergunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa.
  1. Penanggulangan praktik persaingan curang (Repression of Unfair Competition)
  2. Desain tata letak sirkuit terpadu (Layout Design of Integrated Circuit)
Denah rangkaian yaitu peta (plan) yang memperlihatkan letak dan interkoneksi dari rangkaian komponen terpadu (integrated circuit), unsur yang berkemampun mengolah masukan arus listrik menjadi khas dalam arti arus, tegangan, frekuensi, serta parameter fisik linnya.
  1. Rahasia dagang (Trade Secret)
Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.
  1. Perlindungan Varietas Tanaman (Plant Variety Protection)
Perlindungan varietas tanaman adalah hak khusus yang diberikan negara kepada pemulia tanaman dan atau pemegang PVT atas varietas tanaman yang dihasilkannya untuk selama kurun waktu tertentu menggunakan sendiri varietas tersebut atau memberikan persetujun kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakannya.
Sifat Hukum HKI
Hukum yang mengatur HKI bersifat teritorial, pendaftaran ataupun penegakan HKI harus dilakukan secara terpisah di masing-masing yurisdiksi bersangkutan. HKI yang dilindungi di Indonesia adalah HKI yang sudah didaftarkan di Indonesia.
Konsep HAKI
      Setiap hak yang termasuk kekayaan intelektual memiliki konsep yang bernama konsep HAKI. Berikut ini merupakan konsep HAKI:
1.      Haki kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (UU & wewenang menurut hukum).
2.      Kekayaan hal-hal yang bersifat ciri yang menjadi milik orang.
3.      Kekayaan intelektual kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia (karya di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra) – dihasilkan atas kemampuan intelektual pemikiran, daya cipta dan rasa yang memerlukan curahan tenaga, waktu dan biaya untuk memperoleh “produk” baru dengan landasan kegiatan penelitian atau yang sejenisnya.
Dasar HAKI Karya Intelektual
Berbagai karya intelektual memiliki dasar-dasar tersendiri. Berikut ini merupakan dasar dari HAKI Karya Intelektual:
1.      Hasil suatu pemikiran dan kecerdasan manusia, yang dapat berbentuk penemuan, desain, seni, karya tulis atau penerapan praktis suatu ide.
2.      Dapat mengandung nilai ekonomis, dan oleh karena itu dianggap suatu aset komersial.
Bentuk (Karya) Kekayaan Intelektual
       Terdapat berbagai macam bentuk karya intelektual yang dapat digolongkan ke dalam bentuk HAKI. Berikut ini merupakan bentuk (karya) kekayaan intelektual:
1.      Penemuan
2.      Desain Produk
3.      Literatur, Seni, Pengetahuan, Software
4.      Nama dan Merek Usaha
5.      Know-How & Informasi Rahasia
6.      Desain Tata Letak IC
7.      Varietas Baru Tanaman
Tujuan Penerapan HAKI
        Setiap hak yang digolongkan ke dalam HAKI harus mendapat kekuatan hukum atas karya atau ciptannya. Untuk itu diperlukan tujuan penerapan HAKI. Berikut ini merupakan tujuan penerapan HAKI:
1.      Antisipasi kemungkinan melanggar HAKI milik pihak lain.
2.      Meningkatkan daya kompetisi dan pangsa pasar dalam komersialisasi kekayaan intelektual.
3.      Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan strategi penelitian, usaha dan industri di Indonesia.
Pengaturan HAKI di Indonesia
       Pengaturan HAKI secara pokok (dalam UU) dapat dikatakan telah lengkap dan memadai. Dikatakan lengkap, karena menjangkau ke-7 jenis HAKI yang telah disebutkan di atas. Dikatakan memadai, karena dalam kaitannya dengan kondisi dan kebutuhan nasional, dengan beberapa catatan, tingkat pengaturan tersebut secara substantif setidaknya telah memenuhi syarat minimal yang ditentukan pada Perjanjian Internasional yang pokok di bidang HAKI.
Sejalan dengan masuknya Indonesia sebagi anggota WTO/TRIP’s dan diratifikasinya beberapa konvensi internasional di bidang HAKI sebagaimana dijelaskan pada pengaturan HAKI di internasional tersebut di atas, maka Indonesia harus menyelaraskan peraturan perUndang-Undangan di bidang HAKI. Untuk itu, pada tahun 1997 Pemerintah merevisi kembali beberapa peraturan perundangan di bidang HAKI, dengan mengundangkan:
1.      Undang-Undang No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta.
2.      Undang-Undang No. 13 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 6 Tahun 1989 tentang Paten.
3.      Undang-Undang No. 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek.
Selain ketiga Undang-Undang tersebut di atas, Undang-Undang HAKI yang menyangkut ke-7 HAKI antara lain:
1.      Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
2.      Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
3.      Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merk
4.      Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
5.      Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
6.      Undang-Undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
7.      Undang-Undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
        Dengan pertimbangan masih perlu dilakukan penyempurnaan terhadap Undang-Undang tentang hak cipta, paten, dan merek yang diundangkan tahun 1997, maka ketiga Undang-Undang tersebut telah direvisi kembali pada tahun 2001. Selanjutnya telah diundangkan:
1.      Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.
2.      Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek (khusus mengenai revisi UU tentang Hak Cipta saat ini masih dalam proses pembahasan di DPR).
Konsultan Hak Kekayaan Intelektual
Adalah orang yang memiliki keahlian di bidang Hak Kekayaan Intelektual dan secara khusus memberikan jasa di bidang pengajuan dan pengurusan permohonan di bidang Hak Kekayaan Intelektual yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan terdaftar sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.
Persyaratan Menjadi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual
1.      Warga Negara Indonesia
  1. Bertempat tinggal tetap di wilayah Republik Indonesia
  2. Berijazah Sarjana S1
  3. Menguasai Bahasa Inggris
  4. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri
  5. Lulus pelatihan Konsultan Hak Kekayaan Intelektual
Referensi: