Kekayaan Intelektual / Hak Kekayaan Intelektual
(HKI) / Hak Milik
Intelektual
Adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual
Property Rights (IPR) atau Geistiges Eigentum, dalam
bahasa Jermannya. Istilah atau terminologi Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Adalah Fichte yang pada tahun
1793 mengatakan tentang hak milik dari si pencipta ada pada bukunya. Yang
dimaksud dengan hak milik disini bukan buku sebagai benda, tetapi buku dalam
pengertian isinya. Istilah
HKI terdiri dari tiga kata kunci, yaitu Hak, Kekayaan, dan Intelektual.
Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun
dijual.
Teori Hak Kekayaan
Intelektual
Teori Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sangat dipengaruhi
oleh pemikiran John Locke tentang hak milik. Dalam bukunya, Locke mengatakan
bahwa hak milik dari seorang manusia terhadap benda yang dihasilkannya itu
sudah ada sejak manusia lahir. Benda dalam pengertian disini tidak hanya benda
yang berwujud tetapi juga benda yang abstrak, yang disebut dengan hak milik
atas benda yang tidak berwujud yang merupakan hasil dari intelektualitas
manusia.
Sejarah Perkembangan Sistem Perlindungan Hak Kekayaan
Intelektual di Indonesia
Secara
historis, peraturan perUndang-Undangan di bidang HKI di Indonesia telah ada
sejak tahun 1840. Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan Undang-Undang
pertama mengenai perlindungan HKI pada tahun 1844. Selanjutnya, Pemerintah
Belanda mengundangkan UU Merek tahun 1885, Undang-Undang Paten tahun 1910, dan
UU Hak Cipta tahun 1912. Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indies telah menjadi anggota Paris Convention for the Protection of
Industrial Property sejak tahun 1888, anggota Madrid
Convention dari tahun 1893 sampai dengan 1936, dan anggota Berne
Convention for the Protection of Literaty and Artistic Works sejak tahun 1914. Pada zaman pendudukan Jepang yaitu
tahun 1942 sampai dengan 1945, semua peraturan perUndang-Undangan di bidang HKI
tersebut tetap berlaku.
Pada
tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya.
Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan
perUndang-Undangan peninggalan Kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak
bertentangan dengan UUD 1945. UU Hak Cipta dan UU Merek tetap berlaku, namun
tidak demikian halnya dengan UU Paten yang dianggap bertentangan dengan
pemerintah Indonesia. Sebagaimana ditetapkan dalam UU Paten peninggalan
Belanda, permohonan Paten dapat diajukan di Kantor Paten yang berada di Batavia
(sekarang Jakarta), namun pemeriksaan atas permohonan Paten tersebut harus
dilakukan di Octrooiraad yang berada di Belanda.
Pada
tahun 1953 Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman yang merupakan perangkat
peraturan nasional pertama yang mengatur tentang Paten, yaitu Pengumuman
Menteri Kehakiman no. J.S 5/41/4, yang mengatur tentang pengajuan sementara
permintaan Paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.G 1/2/17
yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten luar negeri.
Pada
tanggal 11 Oktober 1961 Pemerintah RI mengundangkan UU No.21 tahun 1961 tentang
Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan untuk mengganti UU Merek Kolonial
Belanda. UU No 21 Tahun 1961 mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Penetapan
UU Merek ini untuk melindungi masyarakat dari barang-barang tiruan/bajakan.
Pada tanggal 10 Mei 1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris Paris
Convention for the Protection of Industrial Property (Stockholm
Revision 1967) berdasarkan keputusan Presiden No. 24 Tahun 1979. Partisipasi Indonesia dalam Konvensi Paris
saat itu belum penuh karena Indonesia membuat pengecualian (reservasi) terhadap
sejumlah ketentuan, yaitu Pasal 1 sampai dengan 12 dan Pasal 28 ayat 1.
Pada
tanggal 12 April 1982 Pemerintah mengesahkan UU No.6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta untuk menggantikan UU Hak
Cipta peninggalan Belanda. Pengesahan UU Hak Cipta tahun 1982 dimaksudkan untuk
mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang
karya ilmu, seni, dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan
bangsa.
Pada tahun 1986 dapat disebut sebagai awal era moderen sistem
HKI di tanah air. Pada tanggal 23 Juli 1986 Presiden RI membentuk sebuah tim
khusus di bidang HKI melalui keputusan No.34/1986 (Tim ini dikenal dengan tim
Keppres 34) Tugas utama Tim Keppres adalah mencakup penyusunan kebijakan
nasional di bidang HKI, perancangan peraturan perUndang-Undangan di bidang HKI
dan sosialisasi sistem HKI di kalangan intansi pemerintah terkait, aparat
penegak hukum dan masyarakat luas.
Pada tanggal 19 September 1987 Pemerintah RI mengesahkan UU No.7 Tahun
1987 sebagai perubahan atas UU No. 12 Tahun 1982 tentang Hak Cipta.
Pada tahun 1988 berdasarkan Keputusan Presiden RI No.32
ditetapkan pembentukan Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek (DJHCPM)
untuk mengambil alih fungsi dan tugas Direktorat paten dan Hak Cipta yang
merupakan salah satu unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Hukum dan
PerUndang-Undangan, Departemen Kehakiman.
Pada
tanggal 13 Oktober 1989 Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui RUU tentang Paten
yang selanjutnya disahkan menjadi UU No. 6 Tahun 1989 oleh Presiden RI pada
tanggal 1 November 1989. UU Paten 1989 mulai berlaku tanggal 1 Agustus 1991.
Pada tanggal 28 Agustus 1992 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 19 Tahun
1992 tentang Merek, yang mulai berlaku 1 April 1993. UU ini menggantikan UU
Merek Tahun 1961.
Pada
tanggal 15 April 1994 Pemerintah RI menandatangani Final Act Embodying
the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, yang
mencakup Agreement
on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPS).
Pada tahun 1997 Pemerintah RI merevisi perangkat peraturan perUndang-Undangan
di bidang HKI, yaitu UU Hak Cipta 1987 jo. UU No. 6 Tahun 1982, UU Paten 1989 dan UU Merek 1992.
Akhir
tahun 2000, disahkan tiga UU baru dibidang HKI yaitu : (1) UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, dan UU No. 32 tahun
2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Untuk
menyelaraskan dengan Persetujuan TRIPS (Agreement on Trade Related Aspects of
Intellectual Property Rights) pemerintah Indonesia mengesahkan UU No 14 Tahun
2001 tentang Paten, UU No 15 tahun 2001 tentang Merek, Kedua UU ini
menggantikan UU yang lama di bidang terkait. Pada pertengahan tahun 2002,
disahkan UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menggantikan UU yang lama
dan berlaku efektif satu tahun sejak di undangkannya.
Pada
tahun 2000 pula disahkan UU No 29 Tahun
2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman dan mulai berlaku
efektif sejak tahun 2004.
Ruang Lingkup HKI
Secara garis besar HKI dibagi menjadi dua bagian,
yaitu :
1.
Pengertian Hak Cipta (Copyrights)
menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002:
Hak cipta adalah “hak
eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perUndang-Undangan yang berlaku” (pasal
1 butir 1).
2.
Pengertian Hak Cipta (Copyrights)
menurut Pasal 2 UUHC:
Hak cipta adalah hak
khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya maupun memberi ijin untuk iti dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan
menurut peraturan perUndang-Undangan yang berlaku. Pencipta adalah seorang atau
beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan
berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian
yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
2.
Hak
Kekayaan Industri (Industrial Property
Rights), yang mencakup :
- Paten (Patent)
Paten merupakan hak
khusus yang diberikan negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang
teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya
tersebut atau memberikan pesetujuannya kepada orang lain untuk melaksanakannya.
Rancangan dapat berupa
rancangan produk industri, rancangan industri. Rancanangan industri adalah
suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi, garis atau warna,
atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi
yang mengandung nilai estetika dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi
atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang
atau komoditi industri dan kerajinan tangan.
- Merek (Trademark)
Merk adalah tanda yang
berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau
kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan dipergunakan
dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa.
- Penanggulangan
praktik persaingan curang (Repression of Unfair Competition)
- Desain
tata letak sirkuit terpadu (Layout Design of Integrated Circuit)
Denah rangkaian yaitu
peta (plan) yang memperlihatkan letak dan interkoneksi dari rangkaian komponen
terpadu (integrated circuit), unsur yang berkemampun mengolah masukan arus
listrik menjadi khas dalam arti arus, tegangan, frekuensi, serta parameter
fisik linnya.
- Rahasia
dagang (Trade Secret)
Rahasia Dagang adalah
informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau bisnis,
mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga
kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.
Perlindungan varietas tanaman adalah hak khusus yang diberikan negara kepada pemulia
tanaman dan atau pemegang PVT atas varietas tanaman yang dihasilkannya untuk
selama kurun waktu tertentu menggunakan sendiri varietas tersebut atau
memberikan persetujun kepada orang atau badan hukum lain untuk menggunakannya.
Sifat Hukum HKI
Hukum
yang mengatur HKI bersifat teritorial, pendaftaran ataupun
penegakan HKI harus dilakukan secara terpisah di masing-masing yurisdiksi
bersangkutan. HKI yang dilindungi di Indonesia adalah HKI yang sudah
didaftarkan di Indonesia.
Konsep HAKI
Setiap hak yang termasuk kekayaan intelektual memiliki konsep yang
bernama konsep HAKI. Berikut ini merupakan konsep HAKI:
1. Haki
kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (UU & wewenang menurut hukum).
2.
Kekayaan hal-hal yang bersifat ciri yang
menjadi milik orang.
3.
Kekayaan intelektual kekayaan yang timbul
dari kemampuan intelektual manusia (karya di bidang teknologi, ilmu
pengetahuan, seni dan sastra) – dihasilkan atas kemampuan intelektual
pemikiran, daya cipta dan rasa yang memerlukan curahan tenaga, waktu dan biaya
untuk memperoleh “produk” baru dengan landasan kegiatan penelitian atau yang
sejenisnya.
Dasar HAKI Karya
Intelektual
Berbagai karya intelektual
memiliki dasar-dasar tersendiri. Berikut ini merupakan dasar dari HAKI Karya
Intelektual:
1.
Hasil suatu pemikiran dan kecerdasan manusia,
yang dapat berbentuk penemuan, desain, seni, karya tulis atau penerapan praktis
suatu ide.
2.
Dapat mengandung nilai ekonomis, dan oleh
karena itu dianggap suatu aset komersial.
Bentuk (Karya) Kekayaan
Intelektual
Terdapat berbagai macam bentuk karya intelektual yang dapat digolongkan
ke dalam bentuk HAKI. Berikut ini merupakan bentuk (karya) kekayaan intelektual:
1. Penemuan
2.
Desain Produk
3.
Literatur, Seni, Pengetahuan, Software
4.
Nama dan Merek Usaha
5.
Know-How & Informasi Rahasia
6.
Desain Tata Letak IC
7.
Varietas Baru Tanaman
Tujuan Penerapan HAKI
Setiap hak yang digolongkan ke dalam HAKI harus mendapat kekuatan hukum
atas karya atau ciptannya. Untuk itu diperlukan tujuan penerapan HAKI. Berikut
ini merupakan tujuan penerapan HAKI:
1. Antisipasi
kemungkinan melanggar HAKI milik pihak lain.
2.
Meningkatkan daya kompetisi dan pangsa pasar
dalam komersialisasi kekayaan intelektual.
3.
Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
dalam penentuan strategi penelitian, usaha dan industri di Indonesia.
Pengaturan HAKI di
Indonesia
Pengaturan HAKI secara pokok (dalam UU) dapat dikatakan telah lengkap
dan memadai. Dikatakan lengkap, karena menjangkau ke-7 jenis HAKI yang telah
disebutkan di atas. Dikatakan memadai, karena dalam kaitannya dengan kondisi
dan kebutuhan nasional, dengan beberapa catatan, tingkat pengaturan tersebut
secara substantif setidaknya telah memenuhi syarat minimal yang ditentukan pada
Perjanjian Internasional yang pokok di bidang HAKI.
Sejalan dengan masuknya
Indonesia sebagi anggota WTO/TRIP’s dan diratifikasinya beberapa konvensi
internasional di bidang HAKI sebagaimana dijelaskan pada pengaturan HAKI di
internasional tersebut di atas, maka Indonesia harus menyelaraskan peraturan
perUndang-Undangan di bidang HAKI. Untuk itu, pada tahun 1997 Pemerintah
merevisi kembali beberapa peraturan perundangan di bidang HAKI, dengan
mengundangkan:
1.
Undang-Undang No. 12 Tahun 1997 tentang
Perubahan atas Undang-Undang No. 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
No. 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta.
2.
Undang-Undang No. 13 Tahun 1997 tentang
Perubahan atas Undang-Undang No. 6 Tahun 1989 tentang Paten.
3.
Undang-Undang No. 14 Tahun 1997 tentang
Perubahan atas Undang-Undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek.
Selain ketiga Undang-Undang tersebut di atas, Undang-Undang
HAKI yang menyangkut ke-7 HAKI antara lain:
1.
Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta
2.
Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
3.
Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merk
4.
Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 tentang
Rahasia Dagang
5.
Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 tentang
Desain Industri
6.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2000 tentang
Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
7.
Undang-Undang No. 29 Tahun 2000 tentang
Perlindungan Varietas Tanaman
Dengan pertimbangan masih perlu
dilakukan penyempurnaan terhadap Undang-Undang tentang hak cipta, paten, dan
merek yang diundangkan tahun 1997, maka ketiga Undang-Undang tersebut telah
direvisi kembali pada tahun 2001. Selanjutnya telah diundangkan:
1.
Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.
2.
Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek
(khusus mengenai revisi UU tentang Hak Cipta saat ini masih dalam proses
pembahasan di DPR).
Konsultan Hak Kekayaan Intelektual
Adalah
orang yang memiliki keahlian di bidang Hak Kekayaan Intelektual dan secara
khusus memberikan jasa di bidang pengajuan dan pengurusan permohonan di bidang
Hak Kekayaan Intelektual yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual dan terdaftar sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual di
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.
Persyaratan
Menjadi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual
1.
Warga Negara Indonesia
- Bertempat
tinggal tetap di wilayah Republik Indonesia
- Berijazah
Sarjana S1
- Menguasai
Bahasa Inggris
- Tidak
berstatus sebagai pegawai negeri
- Lulus
pelatihan Konsultan Hak Kekayaan Intelektual
Referensi: